Pintu yang Terbuka
Oleh: Ana Raihan Putri
Teruslah Berbuat Baik, karena
engkau tidak pernah tahu, malam ini siapa lagi yang sedang mengetuk pintu
langit dengan doanya agar Allah melimpahkan rezeki dan rahmat-Nya padamu dan
meminta Allah membersihkanmu dari dosa-dosa.
Hampir 22 tahun usiaku, Hujan
turun di sore hari saat mata hari hendak terbenam, memberikan efek cahaya
kuning yang cantik, terlebih hujannya yang tidak lebat itu mengingatkan aku
pada beberapa memori di tahun tahun kecilku. Orang tua dan juga orang lain.
Ayah dan ibu, malaikat dunia kita. Mereka rela basah diguyur hujan asalkan anak
mereka tidak basah. Aku sudah terlalu ingat semua pengorbanan mereka, semakin
aku ingat semakin mentes air mataku. Walau semuanya adalah momen indah, pukulan
yang diberikan cukup membuatku merasa tahu, apa artinya perlindungan itu. Jauh
sebelum aku seperti ini, di suatu hari dikala hujan datang pagi hari. Seorang
ayah di pagi hujan itu, seorang ayah dengan sepeda motor jelek nya itu
mengantar anaknya ke sekolah. Aku hanya bengong di bawah tritisan kelas melihat
ke gerbang sekolah yang mulai tertutup. Seorang ayah milik orang lain,
membuatku ingat betapa sensitifnya hujan untukku. Dia pakaikan helmnya untuk
sang putri agar kepala sang anak tidak kehujanan, karena sang anak akan belajar
di sekolah itu, dia tidak boleh sakit. Tapi sang ayah itu dengan kepala tak
banyak rambutnya lagi dengan motor tua jelek itu, basah total. Benar, walau
penentangnya, kau akan melindungi orang yang berharga untukmu, pengeorbanan
memang dilakukan oleh pihak yang lebih mencintai.
Lagi, Aku masih kelas tiga SD
waktu itu. hujan untuk pertama kalinya di bulan itu turun dengan saat deras
padahal aku sedang berada di sekolah. hujan dan petir menakutiku sehingga
membuatku segera pulang di bawahnya. Jarak rumah ke sekolah ada sekitar 300
meter, di guyur hujan aku berlari seolah-oleh benar-benar bisa melihat jalanku
dengan lurus. Aku lupa kata-kata ayah untuk menunggu beliau menjemput, saat itu
keegoisanku lagi-lagi membunuh jiwaku. Aku berpikir ayah tidak akan mungkin menjemputku
di kala hujan itu sehingga aku seperti bunuh diri untuk terjun di bawah hujan
yang sangat deras dan membutakanku. 200 m menuju rumah, aku sudah menyerah.
Tenaga untuk berlari berkurang, aku kedinginan dan juga ketakutan. Semuanya
basah, bukuku dan peralatan sekolah, semuanya yang ada pada diriku basah.
Lalu ditengah putus asanya
anak-anak yang lupa pada orang tuanya,
aku melihat benda hitam aneh mengikutinya sedari tadi, mobil mewah itu
mengikutiku secara pelan. Pikirku segera pada penculikan. Melanggar janji
dengan ayah yang akan menjemputku, ini pastilah kutukan, sebentar lagi aku akan
diculik dan menghilang, pikirku singkat dan segera berlari lagi. Entah dari
mana kekuatan itu muncul, mungkin dari rasa ketakutanku. Mobil itu terus
mengikutiku, menghalangi jalanku. Aku semakin takut dan berlari secepat yang
aku bisa. Sampai pemilikinya membukakan pintu mobilya, sekilas sambil berlari
dan sambil mobil itu mengejarku aku bisa melihat sang pemilik adalah masih
muda, lelaki muda anak orang kaya, mungkin waktu itu dia baru kuliah. Dia duduk
di belakang, karena yang membawanya adalah supir, sudah kubilang dia anak orang
kaya. Abang tu anak orang kaya.
“Dek naik dek, biar kami antar.”
Teriak dia mencoba mengalahkan suara hujan.
“Enggak. Mamak bilang gak boleh
naek mobil orang.” Balasku lalu berlari lagi.
“Ayo dek gak apa-apa, biar kami
antar, dimana rumahnya?”
“Enggak.” Si ana ini terus keras
kepala dan berlari sekuat-kuatnya. Mobil itu berhenti, membiarkanku lari
didepannya, membuat jarak. Dan mungkin membiarkanku untuk berngurangi
kecepatanku dan beristirahat. Hujan semakin deras dan petir menggelegar. Aku
benar-benar lupa tentang kekhawatiran ayah dan ibu yang menunggu di rumah,
kekhawatiran ayah yang sebenarnya saat itu sudah tiba di sekolahku dari tempat
kerjanya dengan sepeda butut warna birunya dan jelas saja kehujanan, beliau
mencariku dan tiada yang tahu kemana aku pergi. hanya aku yang sudah menghilang
dari sekolah, tiada anak yang nekad dari pada aku saat itu.
Lalu, mobil itu sudah habis
kesabaran, supirnya memutar stir hingga benar-benar memblokir jalanku, pintu
mobil itu terbuka ke samping (sudah kubilng ini mobil mewah) si abang itu
menyalurkan tanganya.
“Dek, biar abang antar, sumpah
dek diatar sampe rumah? Dimana rumahnya?”
“Enggak mau.”
“Adek gak pikir orang tua adek
nungguin dirumah? Mamak adek tungguin adek di rumah, abang orang baek-baek dek.
Abang antarin sampe rumah.”
Saat itulah dunia berhenti. Baru
aku sadari aku telah melupakan orangtuaku. Aku egois dan memilih mencoba
selamat sendiri tapi sebenarnya hanya melakukan keia-siaan. Abang itu membuka
payungnya dan turun mengambilku yang sudah tidak punya kata-kata lagi. Aku
akhirnya naek ke mobil itu.
“Belok situ bang.” Begitulah
akhirnya aku menuntun mereka membawaku ke rumah orang tuaku. Setibanya di
kompleks, aku sudah melihat ibu dari jendela. Ibu dengan wajah gusarnya
memenggang panyung mondar-mandir di halaman rumah.
“Mamak.” Aku segara berlari
ketiaka pintu mobil di buka, segera memeluk ibu dan menangis. tidakpun aku
mengucapkan terimakasih, dan tidakpun aku tahu bagaimana ibuku berbicara dengan
mereka. sekarang dalam hatiku aku sangat ingin berada di posisi itu, menjadi
orang mampu dan punya hati nurani. Yang bisa membantu orang yang membutuhkan
pertolongannya. Aku ingin berada di pihak pemberi, aku sangat ingin. Buat abang
yang punya mobil itu, tahun 2003 di Lhokseumawe di lintas jalan mahoni
kutablang dekat lorong jambu, terima kasih karena telah menolongku, terimakasih
karena telah meyakinkanku bahwa di dunia ini masih ada dan ada orang yang
berada tapi peduli, terima kasih karena telah membuatku mengingat orang tuaku.
Terimaksih atas panyungnya, terimaksih atas tumpangannya dan terimakasih atas
uluran tangannya. Semoga kebaikkan abang di waktu itu di catat Allah sebagai
amal yang baik dan semoga Allah melancarkan segala urusan abang, semoga Allah
mengahpus dosa abang dan walaupun sama sekali tidak tahu siapa abang, tidak
tahu dimana sekarang dan bagaimana keadaan abang, semoga Allah menyampaikan
terimaksih ku ini dari jalan yang Allah sukai. Aamiin.
Cerita tentang hujan masih
berlanjut. Itu tahun 2008 saat aku kelas dua tsanawiyah. Pagi senin itu hujan
mengguyur kota kami dengan sangat deras, aku dan adikku harus pergi sekolah ke
kota yang jaraknya 3 km dari rumah. Ayah dan ibu berangkat duluan di bawah
hujan, meinggalkan kami dengan satu payung dan uang untuk tranportasi naek
becak supaya tidak basah. Rumah kami sudah pindah ke tempat yang terpencil, dan
saat itu becak seolah-olah ditelan bumi dan menghilang karena hujan. Jam sudah hampir
setengah delapan dan kami belum beranjak dari depan lorong rumah kami. Kami
sekolah di tempat unggul dengan kedisiplinan sangat tinggi, hanya toleransi 30
menit jika hujan lebat. Dan pukul delapan sebentar lagi.
Tidak mungkin kami diam saja. Aku
dan adikku menguji akal bodoh kami, hendak bertarung dengan dua hal, hujan
deras dan jarak 3 km. Kami nekat untuk jalan kaki dibawah payung kecil,
“Dek, kita jalan aja dulu, mana
tahu ada becak di depan.”
Langkah aneh itu benar-benar
nekat, 3 km dan hujan lebat, mencoba untuk berjalan kaki, berharap sang becak
akan ada di ujung-ujung simpang. Nihil. Tiada kami temukan apapun, adikku mulai
khawatir dan aku mulai menangis. keputusasaan seolah-olah menarik jalan kami
untuk kembali kerumah. Sampai kejadian serupa datang lagi padaku seorang bapak
dengan mobilnya berhenti dan membuka pintunya. Ternyata beliau punya anak yang
juga bersekolah di kota.
“Ayo naek dek, kita searah. Ni
hujan.” Tiada lama lama aku dan adik segera masuk ke mobil dan berterima kasih.
Seragam sekolah saat itu memberi sinyal pertolongan mungkin. Haha entahlah. Aku
tapi masih menagis karena kebaikkan itu, bahkan setibanya aku di sekolah aku
segera menangis lagi mengingat kebaikkan itu.
Yang ingin aku katakan adalah,
jadilah orang yang baik. Berbuat kebaikkanlah pada siapapun, karena kalian
tidak tahu, siapa yang sedang mendoakan kalian atas kebaikkan kalian. Saat
pintu kedua mobil itu terbuka untukku. Sebuah pintu lain pasti telah Allah
bukakan untuk mereka. Pintu hati mereka yang terbuka, membukakan pintu
penyelamatan untuk kami, sebuah pesan dari Allah yang tersampaikan melalui
pintu yang terbuka.
Saat Anda duduk tenang dalam
mobil Anda yang tidak terisi penuh berusahalah untuk memenuhkan kebaikkan yang
Anda dapat dari Allah atas kenikmatan berkendara dengan bersyukur. Terlebih
dikala hujan, bukakanlah pintu mobil Anda untuk mereka yang membutuhkan, untuk
mereka yang kehujanan dengan kaki-kaki yang tergesa. Pintu yang terbuka telah
mewujudkan keterbukaan hati anda, dan pintu yang terbuka untuk menolong orang
lain telah membuka pintu rahmat Allah untuk Anda, ada pintu pintu kebaikkan
yang lainnya yang akan terus terbuka untuk Anda. Karena doa dari orang yang Anda
tolong akan menyertai Anda, Allah melihat apa yang anda kerjakan. Anda memberi
mereka pertolongan sekaligus ambisi untuk berada di posisi Anda dan membukakan
pintu dikemudian hari untuk orang lain lagi. Bukakanlah pintu Anda untuk mereka
yang membutuhkan, akan ada doa pengetuk pintu langit untuk Anda dari mereka. Akan
selalu mereka ingat sebagai hari indah dikala hujan atau dikala terik matahari,
akan mereka kenang sepanjang hidup mereka bantuan berharga Anda, dari pintu
yang Anda buka, pintu yang Anda buka untuk orang yang membutuhkan bantuan Anda.
Yakinkanlah apa yang anda lakukan tiadalah kesia-siaan, Allah bersama Anda,
Allah melihat Anda dan Allah menyaksikan Anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mau berkomentar?
Silahkan tapi jagan bikin sakit hati ya...