SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA 1945
– SEKARANG
2.1 Orde Lama Periode 1945 – 1966
Istilah Orde
berasal dari bahasa latin, “ordo” : deretan, susunan, atau kelas, kemudian
berarti aturan, serta ketertiban. Pengertian asasi orde dapat dirumuskan
demikian : adanya banyak unsur; bagian/anggota, yang diatur menurut suatu
prinsip/hukum/ide tertentu. Prinsip itu yang menentukan tempat dan fungsi
setiap unsur dalam hubungannya dengan unsur-unsur lain, sehingga timbul suatu
kesatuan yang tersusun baik, misalnya bagian-bagian rumah, tersusun menurut ide
si arsitek, atau suatu organisme yang tersusun menurut prinsip hidup yaitu
jiwanya (Lanisius, 1970 :74).
Masa orde lama
yaitu masa pemerintahan yg dimulai dari proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945
sampai masa terjadinya G30 S PKI. Orde Lama adalah istilah yang diciptakan oleh
Orde Baru. Bung Karno sangat keberatan masa kepemimpinannya dinamai Orde Lama.
Bung Karno lebih suka dengan nama Orde Revolusi. Tapi Bung Karno tak berkutik
karena menjadi tahanan rumah (oleh pemerintahan militer Orde Baru) di Wisma
Yaso (sekarang
jadi Museum TNI Satria Mandala Jl. Gatot
Subroto Jakarta).
Tokoh dari sistem
pemerintahan orde lama yang dimiliki Indonesia ialah siapa lagi kalau bukan
Bung Karno. Dengan segenap pemikiran, kepintaran, dan kecakapannya, Bung Karno
perlahan mulai "membangun badan" negara ini. Orde Lama berlangsung
dari tahun 1945 hingga 1966.
Dalam jangka waktu
tersebut, Indonesia menggunakan bergantian sistem ekonomi liberal dan sistem
ekonomi komando. Di saat menggunakan sistem ekonomi liberal, Indonesia
menggunakan sistem pemerintahan parlementer. Presiden Soekarno digulingkan saat
Indonesia menggunakan sistem ekonomi komando.
Demokrasi terpimpin
adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia, yang seluruh keputusan
serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja. Negara berada dalam suasana
transisional dari masyarakat terjajah (inlander) menjadi masyarakat merdeka.
Kondisi sosial ekonomi, sosial politik, sosial budaya dan keamanan dalam negeri
diliputi oleh kekacauan dan hampir bangkrut.
Indonesia di masa
Orde Lama (Soekarno, 1945 – 1966) lebih banyak konflik politiknya daripada
agenda ekonominya yaitu konflik kepentingan antara kaum borjuis, militer, PKI,
parpol keagamaan dan kelompok – kelompok nasionalis lainnya. Kondisi ekonomi
saat itu sangat parah dengan ditandai tingginya inflasi yaitu mencapai 732%
antara tahun 1964 – 1965 dan masih mencapai 697% antara tahun 1965 – 1966.
Keadaan ekonomi
keuangan pada masa orde lama amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
1.
Inflasi
yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang
secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI
menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De
Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia-Belanda, dan mata uang pendudukan
Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for
Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di
daerahdaerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga
mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti
uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar
mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
2.
Adanya
blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu
perdagangan luar negeri RI.
3.
Kas
negara kosong.
4.
Eksploitasi
besarbesaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang
dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain:
1.
Program
Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan
persetujuan BPKNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
2.
Upaya
menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan
perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan
tujuan ke Singapura dan Malaysia.
3.
Konferensi
Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat
dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah
produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi
perkebunanperkebunan.
4.
Pembentukan
Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947, Rekonstruksi dan
Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan
perang ke bidangbidang produktif.
5.
Kasimo
Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk
pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian
akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber
kekayaan).
Orde Lama telah
dikenal prestasinya dalam memberi identitas, kebanggaan nasional dan
mempersatukan bangsa Indonesia. Namun demikian, Orde Lama pula yang memberikan
peluang bagi kemungkinan kaburnya identitas tersebut (Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945). Beberapa peristiwa pada Orde Lama yang mengaburkan
identitas nasional kita adalah; Pemberontakan PKI pada tahun 1948, Demokrasi
Terpimpin, Pelaksanaan UUD Sementara 1950, Nasakom dan Pemberontakan PKI 1965.
Pada Orde Lama
terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang tidak
stabil. Tercatat ada 7 kabinet pada masa Orde Lama, yaitu :
1.
1950-1951
Kabinet Natsir
2.
1951-1952
Kabinet Sukiman Suwirjo
3.
1952-1953
Kabinet Wilopo
4.
1953-1955
Kabinet Ali Sastroamidjojo I
5.
1955-1956
Kabinet Burhanuddin Harahap
6.
1956-1957
Kabinet Ali Sastroamidjojo II
7.
19571-959
Kabinet Djuanda
Era 1950-1959
adalah era di mana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi
Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950, dimana periode ini
berlangsung dari 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959. Sebelum Republik Indonesia
Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-besaran menuntut
pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga negara
bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera
Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus
1950. Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan menggunakan
Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut sistem
kabinet parlementer.
Pada masa Orde
lama, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang pada situasi
dunia yang diliputi oleh tajamnya konflik ideologi. Masa orde lama adalah masa
pencarian bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan.
Pancasila diimplementasikan dalam bentuk yang berbedabeda pada masa orde lama.
Terdapat 3 periode implementasi Pancasila yang berbeda, yaitu periode:
1945-1950, periode 1950-1959, dan periode 1959-1966.
2.2 Orde Baru Periode 1966 – 1998
1.
Latar
Belakang lahirnya Orde Baru
Orde baru lahir karena dilatarbelakangi oleh beberapa
hal, antara lain :
a.
Terjadinya
peristiwa Gerakan 30 September 1965
b.
Keadaan
politik dan keamanan negara menjadi kacau karena peristiwa Gerakan 30 September
1965 ditambah adanya konflik di angkatan darat yang sudah berlangsung lama.
c.
Keadaan
perekonomian semakin memburuk dimana inflasi mencapai 600% sedangkanupaya
pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan harga bahan bakar
menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat.
d.
Reaksi
keras dan meluas dari masyarakat yang mengutuk peristiwa pembunuhan
besar-besaran yang dilakukan oleh PKI. Rakyat melakukan demonstrasi menuntut
agar PKI berserta Organisasi Masanya dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili.
e.
Kesatuan
aksi (KAMI,KAPI,KAPPI,KASI,dsb) yang ada di masyarakat bergabungmembentuk
Kesatuan Aksi berupa Front Pancasila´ yang selanjutnya lebih dikenaldengan
Angkatan 66 untuk menghacurkan tokoh yang terlibat dalam Gerakan 30September
1965.
f.
Kesatuan
Aksi ³Front Pancasila´ pada 10 Januari 1966 di depan gedung DPRGR mengajukan
tuntutan’’TRITURA(Tri Tuntutan Rakyat), yang berisi: a. Pembubaran PKI berserta
Organisasi Massanya, b. Pembersihan Kabinet Dwikora c. Penurunan Harga-harga
barang
g.
Upaya
reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan Pembentukan Kabinet Seratus
Menteri tidak juga memuaskan rakyat sebab rakyat menganggap di kabinet tersebut
duduk tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965.
h.
Wibawa
dan kekuasaan presiden Sukarno semakin menurun setelah upaya untuk mengadili
tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 tidak
berhasil dilakukan meskipun telah dibentuk Mahkamah Militer Luar Biasa
(Mahmilub).
i.
Sidang
Paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah yang sedang
bergejolak tak juga berhasil. Maka Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas
Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang ditujukan bagi Letjen Suharto guna mengambil
langkah yang dianggap perlu untuk mengatasi keadaan negara yang semakin kacau
dan sulit dikendalikan.
2.
Upaya
Menuju Pemerintahan Orde Baru
Setelah dikelurkan Supersemar maka mulailah dilakukan
penataan pada kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD
1945. Penataan dilakukan didalam lingkungan lembaga tertinggi negara dan
pemerintahan. Dikeluarkannya Supersemar berdampak semakin besarnya kepercayaan
rakyat kepada pemerintah karena Suharto berhasil memulihkan keamanan dan
membubarkan PKI. Munculnya konflik dualisme kepemimpinan nasional di Indonesia.
Hal ini disebabkan karena saat itu Soekarno masih
berkuasa sebagai presiden sementara Soeharto menjadi pelaksana pemerintahan.
Konflik Dualisme inilah yang membawa Suharto mencapai puncak kekuasaannya
karena akhirnya Sukarno mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaan
pemerintahan kepada Suharto.Pada tanggal 23 Februari 1967, MPRS
menyelenggarakan sidang istimewa untuk mengukuhkan pengunduran diri Presiden
Sukarno dan mengangkat Suharto sebagai pejabatPresiden RI.
Dengan Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS mencabut kekuasaan pemerintahan
negara dan menarik kembali mandat MPRS dari Presiden Sukarno .Tanggal 12Maret
1967 Jendral Suharto dilantik sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia.
Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Lama dan dimulainya kekuasaan
Orde Baru. Pada Sidang Umum bulan Maret 1968 MPRS mengangkat Jendral Suharto
sebagai Presiden Republik Indonesia.
3.
Perkembangan
Politik Dalam Negeri pada Masa Orde Baru
a.
Pembentukan
Kabinet Pembangunan Kabinet awal pada masa peralihan kekuasaan (28 Juli 1966)
adalah Kabinet AMPERA dengan tugas yang dikenal dengan nama Dwi Darma Kabinet
Amper yaitu untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai
persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Program Kabinet AMPERA
yang disebut Catur Karya Kabinet AMPERA adalah sebagai berikut :
1)
Memperbaiki
kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan
2)
Melaksanakan
pemilihan Umum dalam batas waktu yakni 5 Juli 1968.
3)
Melaksanakan
politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional.
4)
Melanjutkan
perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan
manifestasinya.
b.
Selanjutnya
setelah sidang MPRS tahun 1968 menetapkan Suharto sebagai presiden untuk masa
jabatan 5 tahun maka dibentuklah kabinet yang baru dengan nama Kabinet
Pembangunan.
c.
Penyederhanaan
dan Pengelompokan Partai Politik Setelah pemilu 1971 maka dilakukan
penyederhanakan jumlah partai tetapi bukan berarti menghapuskan partai tertentu
sehingga dilakukan penggabungan (fusi) sejumlah partai. Sehingga pelaksanaannya
kepartaian tidak lagi didasarkan pada ideologi tetapi atas persamaan program.
Penggabungan tersebut menghasilkan tiga kekuatan sosialpolitik, yaitu :
1)
Partai
Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU, Parmusi, PSII, danPartai
Islam Perti yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 1973 (kelompok partai politik
Islam).
2)
Partai
Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI, Partai Katolik,
PartaiMurba, IPKI, dan Parkindo (kelompok partai politik yang bersifat
nasionalis).
3)
Golongan
karya (golkar).
d.
Pemilihan
Umum Selama masa Orde Baru telah berhasil melaksanakan pemilihan umum sebanyak
enam kali yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali, yaitu: tahun 1971,
1977,1982, 1987, 1992, dan1997.
e.
Mengadakan
Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di Irian Barat pada tanggal 2 Agustus 1969.
Kebijakan lain yang di ambil pemerintah Orde baru adalah menetapkan peran ganda
ABRI yang di kenal dengan Dwifungsi ABRI. ABRI tidak hanya berperan dalam
bidang pertahanan dan keamanan Negara tetapi juga berperan di bidang politik.
Hal terbukti dari banyaknya anggota ABRI yang ternyata memegang jabatan sipil
seperti walikota,bupati dan gubenur bahkan ABRI memiliki jatah di keanggotaan
MPR/DPR.Alasan yang mendasari kebijakan tersebut tertuang dalam pasal 27 ayat
(1)UUD 1945. Pasal tersebut mengemukakan
bahnwa “Segala warga Negara bersama kedudukankannya di dalam hukum dan pemerintahan
itu dengan tidak ada kecualinya.” Bukan hanya pada bidang politik pemerintahan, ternyata kedudkan ABRI
dalam masyarakat Indonesia juga merambat di sector ekonomi. Banyak anggota ABRI
menjadi kepala skepala BUMN maupun komisaris di berbagai perusahaan swasta .
4.
Perkembangan
Politik Luar Negeri pada Masa Orde Baru
a.
Mengembalikan
politik luar negeri bebasaktif sebenarnya.
b.
Tanggal
11 Agustus 1966 disepakati Jakarta Accord, yang berisi normalisasi hubungan
diplomatik antara Indonesia dengan Malaysia. Selanjutnya, mulai tanggal 31
Agustus 1967 dibuka kembali hubungan diplomatik tingkat Kedutaan Besar.
c.
Tanggal
28 September 1966 Indonesia masuk kembali menjadi anggota PBB.
d.
Tanggal
8 Agustus 1967 Indonesia ikut menandatangani Deklarasi Bangkok tentang berdirinya
organisasi regional di Asia Tenggara atau ASEAN.
e.
Tanggal
30 Oktober 1967 Indonesia melakukan pemutusan hubungan diplomatik dengan
Republik Rakyat Cina (RRC), karena menganggap RRC membantu PKI dalam peristiwa
G 30 S/PKI.
5.
Perkembangan
Ekonomi pada Masa Orde Baru
Pada masa Demokrasi Terpimpin, Negara bersama aparat
ekonominya mendominasi seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan
kreasi unit-unit ekonomi swasta. Sehingga, pada permulaan Orde Baru program
pemerintah berorientasi pada usaha penyelamtan ekonomi nasioanl terutama pada
usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan Negara dan
pengamanan kebutuhan pokok rakyat . Tindakan pemerintah ini dilakukan karena
adanya kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi
kurang lebih 650 % setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program
pembangunan yang telah direncanakan pemerintah. Oleh karena itu pemerintah
menempuh cara sebagai berikut :
1.
Stabilisasi
dan Rehabilitasi Ekonomi
Ekonomi yang kacau sebagai peninggalan masa
Demokrasi terpimpin, pemerintah menempuh cara: 1) Mengeluarkan Ketetapan MPRS
No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembangunan. 2) MPRS mengeluarkan garis program
pembangunan, yakni program penylematan, program stabilitas dan rehabilitasi, serta
program pembangunan
2.
Pembangunan
Nasional.
Dilakukan pembangunan nasional pada masa orde
baru dengan tujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan
pada segala bidang. Pedoman pembangunan nasional adalah Trilogi Pembangunan dan
Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan
bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil.
Isi Trilogi Pembangunan adalah sebagai berikut :
1)
Pemerataan
pembangunan dan hasilhasilnya menuju
kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 2)
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. 3) Stabilitas nasional yang sehat dan
dinamis.
2)
Pelaksanannya
pembanguanan nasional dilakukan secara bertahap yaitu: Jangka panjang mencakup
periode 25 sampai 30 tahun Jangka pendek mencakup periode 5 tahun
(Pelita/Pembangunan Lima Tahun), merupakan jabaran lebih rinci dari pembangunan
jangka panjang sehingga tiap pelita akan selalu saling
berkaitan/berkesinambungan. Selama periode Orde Baru terdapat 6 pelita, yaitu :
a.
Pelita
I
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31
Maret 1974 yang
menjadi landasan awal pembanguna ORBA.
Tujuan Pelita I : untuk meningkatkan taraf
hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasardasar bagi pembangunan dalam tahap
berikutnya. Sasaran Pelita I : pangan, sandang, perbaikan prasarana,perumahan
rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Titik Berat Pelita
I : pembanguan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar
keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena
mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian. Muncul peristiwa
marali (malapetaka limabelas januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1974
bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini
merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak
melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu
banyak beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran
barang-barang buatan Jepang.
b.
Pelita
II
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga
31 Maret 1979. Sasaran Utamanya adalah tersedianya pangan, sandang, perumahan,
sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja.
Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil, pertimbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7
% per tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60 % dan
pada akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47 %. Selanjutnya pada tahun
keempat Pelita II, inflasi menjadi 9,5 %.
c.
Pelita
III
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga
31 Maret 1984. Pelita III pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi
Pembangunan dengan penekanan lebih menonjol pada segi pemerataan yang dikenal
dengan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu: a) Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok
rakyat, khususnya sandang, pangan, dan perumahan b) Pemerataan kesempatan
memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan. c) Pemerataan pembagian
pendapatan d) Pemerataan kesempatan kerja e) Pemerataan kesempatan berusaha f)
Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi
muda dan kaum perempuang) Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah
tanah air h) Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan
d.
Pelita
IV
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga
31 Maret 1989. Titik beratnya adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan
dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri.
Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian
Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal
sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.
e.
Pelita
V
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga
31 Maret 1994. Titik beratnya pada sektor pertnian dan industri. Indonesia
memiliki kondisi ekonomi yang cukup baik dengan pertumbuhan rata-rata 6,8% per
tahun. Posisi perdagangan luar negri memperlihatkan gambaran yang
menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
f.
Pelita
VI
Dilaksankan pada tanggal 1 April 1994 hingga
31 Maret 1999. Titik beratnya pada pembangunan pada sektor ekonomi yang
berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembanguan dan peningkatan
kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Pada periode ini terjadi
krisis moneter yang melanda Negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Karena krisis moneter dan peristiwa plitik dalam negri yang mengganggu
perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
6.
Latar
Belakang Jatuhnya Pemerintahan Orde Baru
Harus di akui bahwa Orde Baru di bawah kepemimpinan
Presiden Soeharto telah berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi dalam rentang waktu yang panjang. Pertumbuhan ekonomi telah menimbulkan
dampak positif dan negatif. Dampak posotif tercatat dalam bentuk penurunan
angka kemiskinan absolut yang diikuti dengan perbaikan indikator kesejahteraan
rakyat secara ratarata. Adapun dampak negatif yang muncul adalah kerusakan
lingkungan hidup, perbedaan ekonomi antar daerha, antar golongan pekerjaan, dan
antar kelompok dalam masyarakat yang terasa semakin tajam.
Pembangunan yang menjadi ikon pemerintahan Orde Baru
ternyata menciptakan kelompok masyarakat yang terpinggirkan (marginalisasi
sosial). Namun di sisi lain, pembangunan di masa Orde baru juga telah
menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang sarat dengan KKN (korupsi,kolusi,dan
nepotisme). Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi
kehidupan politik,ekonomi ,dan sosial yang demokratis dan berkeadilan. Meskipun
berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi,namun secara fundamental pembangunan
nasional sangat rapuh .
Dibidang politik , pemerintah Orde Baru memiliki cara
tersendiri untuk menciptakan stabilitas yang diinginkan,salah satunya dengan
menjadikan Golkar sebagai mesin politik. Didalam tubuh Golkar terdapat 3 jalur
yang menjadi tumpuan kekuatannya, yaitu ABRI Birokrat, dan Golkar ( jalur ABG).
Tidak mengherankan jika Golkar selalu menjadi pemenang dalam pemilu-pemilu
selama masa Orde Baru. Keberadaan Golkar yang sebenarnya diperlukan sebagai
sarana dan arena penyaluran aspirasi rakyat,ternyata dijadikan sebagai alat
kekuasaan atau alat penguasa untuk melanggengkan kekuasaannya. Golkar menjadi
partai pendukung utama Soeharto dalam DPR/MPR. Akibatnya kepemimpinan presiden
Soeharto bertahan 32 tahun.
Sistem perwakilan pun bersifat semu,bahkan hanya
dijadikan sarana untuk melanggengkan sebuah kekuasaan secara sepihak. Dalam
setiap pemilihan presiden melalui lembaga MPR , Soeharto selalu terpilih.
Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan, bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara termasuk kehidupan politik . kejanggalan dan ketidak beresan tersebut
merugikan rakyat. Banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR tidak mengenal
rakyat dan daerah yang diwakilinya. Hal ini terjadi karena demokratisasi di
bangun melaluin KKN.
Ketidakberesan juga dapat dilihat dari konsep Dwifungsi
ABRI yang telah berkembang menjadi kekaryaan. Peran kekaryaan ABRI semakin
masuk ke dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan benegara. ABRI telah melupakan
jati diri sebenarnya. Bidang-bidang yang seharusnya masyarakat berperan lebih
besar, ternayata diiisi personil dari TNI dan Polri seperti jabatan lurah,
bupati, walikota, gubernur pada masa Orde Baru banyak diduduki oleh militer.
Dunia bisnis pun tak luput dari Intervensi TNI/Polri. Segala produk kebijakan
ekonomi dan politik selama Orde baru teramat birokratis,tidak demokratis,dan
cenderung KKN. Kondisi kian diperparah oleh upaya penegakan hukum yang sangat
lemah. Hal ini dapat dilihat pasca jatuhnya Presiden Soeharto, hukum pada masa
Orde Baru tidak mampu menjerat para konglomerat dan polotisi “nakal” yang telah
menggunakan uang rakyat.
Hal ini menunjukan bahwa hukum telah diciptakan untuk
keuntungan pemerintah yang berkuasa. Kondisi sosial politik tersebut semakin
diperburuk oleh krisi moneter yang melanda negeri ini sejak Orde Baru ternyata
rapuh dan tak mampu menahan badai krisis moneter tersebut. Dipasaran mata uang
dunia nilai rupiah terus merosot terhadap dollar Amerika.
Krisis moneter memicu terjadinya kemorosotan ekonomi
secara luas. Perbankan nasional terpuruk dan banyak bank beku operasi (BBO).
Dunia usaha, khuhusnya usaha kecil dan menengah (UKM), tidak berkutik dan
banyak yang dulung tikar. Pemutusan hubungan kerja(PHK) tampak terjadi dibanyak
tempat. Harga sembilan bahan kebutuhan pokok (sembako) yang menjadi kebutuhan
masyarakat sehari-hari melambung tinggi,bahkan sampai terjadi kelangkaan.
Krisis moneter dan ekonomi merebak semakin meluas dan
menjadi krisis multidimensional. Di tengah situasi semakin melemahnya nilai
rupiah,aksi massa,aksi buruh, dan aksi mahasiswa juga terjadi di berbagai
tempat. Mereka menuntut agar pemerintah segera mengadakan pemulihan ekonomi,
sehingga harga-harga sembako turun, tidak lagi ada PHK dan lain sebagainya.
Dalam aksi massa, warga negara keturunan Tonghoa tidak luput dari amukan massa.
Toko-toko dan tempat usahanya dibakar. Tidak sedikit wanita keturunan Tionghoa
menjadi korban tindak asusila dalam aksi tersebut. Sebagai reaksi atas
ketidakmakmuran hak mereka hidup di Indonesi, banyak warga keturunan Tionghoa
eksodus atau meninggalkan Indonesia.
Krisi moneter mengakibatkan kerawanan kondisi sosial dan
kerentanan terhadap ancaman kerusuhan dan aksi kekerasan. Situasi ini
berkorelasi terhadap kondisi politik. Aksi-aksi yang semula dilakukan massa
secara sporadis dan bersifat lokal kemudian berubah menjadi gerakan moral atau
kepeloporan mahasiswa. Berawa dari gerakan moral,aksi bergeser memasuki ranah
politik,yaitu menuntut Soeharto mundur dari jabatan presiden. Semua ini
merupakan puncak kekecewaan rakyat atas krisi yang melanda Indonesia.
7.
Berakhirnya
Pemerintahan Orde Baru
1.
Faktor
Penyebab Munculnya Reformasi
Perjalanan panjang sejarah Orde Baru di
Indonesia dapat melaksanakan pembangunan sehingga mendapat kepercayaan dalam
dan luar negeri. Mengalawai perjalannya pada dasawarsa 60an rakyat sangat
menderita pelan-pelan keberhasilan pembangunan melalui tahapan dalam
pembangunan lima tahun (Pelita) sedikit demi sedikit kemiskinan rakyat dapat
dientaskan. Sebagai tanda terima kasih kepada pemerintah Orde Baru yang
berhasil membangun negara, Presiden Soeharto diangkat menjadi "Bapak
Pembangunan ". Temyata keberhasilan pembangunan tersebut tidak merata,
maka kemajuan Indonesia temyata hanya semu belaka. Ada kesenjangan yang sangat
dalam antara yang kaya dan yang miskin. Rakyat mengetahui bahwa hal ini
disebabkan cara-cara mengelola negara yang tidak sehat ditandai dengan
merajalela korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Protes dan kritik masyarakat
seringkali dilontarkan namun pemerintah Orbanseolah-olah tidak melihat, dan
mendengar, bahkan masyarakat yang tidak setuju kepada kebijaksanaan pemerintah
selalu dituduh sebagai "PKI", subversi, dan sebagainya.
Pada pertengahan tahun 1997 Indonesia dilanda
krisis ekonomi, hargaharga mulai membumbung tinggi sehingga daya beli rakyat
sangat lemah, seakan menjerit lebih-lehih banyak perusahaan yang terpaksa
melakukan "PHK" karyawannya. Diperburuk lagi dengan kurs rupiah
terhadap dolar sangat rendah. Disinilah para mahasiswa, dosen, dan rakyat mulai
berani mengadakan demonstrasi memprotes kebijakan pemerintah. Setiap hari
mahasiswa dan rakyat mengadakan demonstrasi mencapai puncaknya pada bulan Mei
1998, dengan berani meneriakkan reformasi bidang politik, ekonomi, dan hukum.
Pada tanggal 20 Mei 1998 Presiden Soeharto berupaya untuk memperbaiki program
Kabinet Pembangunan VII dengan menggantikan dengan nama
Kabinet Reformasi, namun tidak mendapat
tanggapan rakyat. Pada hari berikutnya tanggal 21 Mei 1998 dengan berdasarkan
Pasal 8 UUD 1945, Presiden Soeharto terpaksa menyerahkan kepemimpinan kepada
Wakil Presiden Prof. DR. B.J. Habibie.
2.
Krisis
Ekonomi
Diawali krisis moneter yang melanda Asia
Tenggara sejak bulan Juli 1997 berimbas pada Indonesia, bangunan ekonomi
Indonesia temyata belum kuat untuk menghadapi krisis global tersebut. Krisis
ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Nilai tukar rupiah turun dari Rp. 2.575,00
menjadi Rp. 2.603,00 pada 1 Agustus 1997. Tercatat di bulan Desmeber 1997 nilai
tukar rupiah terhadap dolar mencapai R. 5.000,00 perdolar, bahkan mencapai
angka Rp. 16.000,00 perdolar pada sekitar Maret 1997. Nilai tukar rupiah
semakin melemah,pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0 % sebagai akibat
lesunya ikiim bisnis. Kondisi moneter mengalami keterpurukan dengan
dilikuidasinya 16 bank pada bulan Maret 1997. Untuk membantu bank-bank yang
bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan
mengeluarkan Kredit Likuidasi Bank Indonesia (K.LBI), temyata tidak membawa
hasil sebab pinjaman BLBI terhadap bank bermasalah tersebut tidak dapat
mengembalikan. Dengan demikian pemerintah harus menanggung beban utang yang
cukup besar. Akibatnya kepercayaan dunia intemasional mulai menurun. Krisis
moneter ini akhimya berdampak pada krisis ekonomi sehingga menghancurkan sistem
fundamental perekonomian Indonesia.
a.
Utang
Negara Republik Indonesia.
Penyebab krisis diantaranya adalah utang luar
negeri yang sangat besar, terhitung bulan Pebruari 1998 pemerintah melaporkan tentang
utang luar negeri tercatat: utang swasta nasional Rp. 73,962 miliar dolar AS +
utang pemerintah Rp. 63,462 miliar dolar AS, jadi utang seluruhnya mencapai
137,424 miliar dolar AS. Data ini diperoleh dari pernyataan Ketua Tim
Hutang-Hutang Luar Negeri Swasta (HLNS), Radius Prawiro seusai sidang Dewan
Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan (DPKEK) yang dipimpin olehnPresiden
Soeharto di Bina Graha pada 6 Pebruari 1998.
Perdagangan luar negeri semakin sulit karena
barang dari luar negeri menjadi sangat mahal harganya. Mereka tidak percaya
kepada para importir Indonesia yang dianggap tidak akan mampu membayar barang
dagangannya. Hampir semua negara tidak mau menerima letter of credit (L/C) dari
Indonesia. Hal ini disebabkan sistem perbankan di Indonesia yang tidak sehat
karena kolusi dan korupsi.
b.
Penyimpangan
Pasal 33 UUD 1945.
Pemerintah Orde Baru berusaha menjadikan
Indonesia sebagai negara industri yang kurang memperhatikan dengan seksama
kondisi riil masyarakat agraris, dan pendidikan masih rendah, sehingga akan
sangat sulit untuk segera berubah menjadi masyarakat industri. Akibatnya yang
terpacu hanya masyarakat kelas ekonomi atas, para orang kaya yang kemudian
menjadi konglomerat. Meskipun gross national product (GNP) pada masa Orba
pernah mencapai diatas US$ 1.000,00 tetapi GNP tersebut tidak menggambarkan
pendapatan rakyat sebenamya, karena uang yang beredar sebagian besar dipegang
oleh orang kaya dan konglomerat. Rakyat secara umum masih miskin dan
kesenjangan sosial ekonomi semakin besar.
Pengaturan perekonomian pada masa Orba sudah
menyimpang dari sistem perekonomian Pancasila, seperti yang diatur dalam Pasal
33 ayat (1), (2), dan (3). Yang terjadi adalah berkembangnya ekonomi kapitalis
yang dikuasai para konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoli
korupsi, dan kolusi.
c.
Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme
Masa Orde Baru dipenuhi dengan korupsi,
kolusi, dan nepotisme menyebabkan runtuhnya perekonomian Indonesia. Korupsi
yang menggerogoti keuangan negara, kolusi yang merusak tatanan hukum, dan
nepotisme yang memberikan perlakuan istimewa terhadap kerabat dan kawan menjadi
pemicu lahimya reformasi di Indonesia. Walaupun praktek korupsi, kolusi, dan
nepotisme ini telah merugikan banyak pihak, termasuk negara tapi tidak dapat
dihentikan karena dibelakangnya ada suatu kekuatan yang tidak tersentuh hukum.
d.
Politik
Sentralisasi Pemerintahan Orde Baru menjalankan politik sentralistik, yakni
bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya peranan pemerintah pusat sangat
menentukan, sebaliknya pemerintah daerah tidak 'punya peran yang signifikan.
Dalam bidang ekonomi sebagian besar kekayaan dari daerah diangkut ke pusat
pembagian yang tidak adil inilah menimbulkan ketidakpuasan rakyat dan
pemerintah daerah. Akibatnya mereka menuntut berpisah dari pemerintah pusat
terutama terjadi di daerah-daerahyang kaya sumber daya alam, seperti Aceh,
Riau, Kalimantan Timur, dan Irian Jaya (Papua).
Proses sentralisasi bisa dilihat adanya pola
pemberitaan pers yang Jakarta sentries. Terjadinya banjir informasi dari
Jakarta (pusat) sekaligus dominasi opini dari pusat. Pola pemberitaan yang
cenderung bias Jakarta, terutama di halaman pertama pers. Kecenderuangan ini
sangat mewamai pola pemberitaan di halaman pertama pers di daerah.
3.
Krisis
Politik
Krisis politik pada akhir orde baru ditandai
dengan kemenangan mutlak Golkar dalam Pemilihan Umum 1997 yang dinilai penuh
kecurangan, Golkar satu-satunya kontestan pemilu yang didukung fmansial maupun
secara politik oleh pemerintah memenangkan pemilu dengan meraih suara
mayoritas. Golkar yang pada mulanya disebut sebagai Sekretariat Bersama
(Sekber) Golongan Karya, lahir dari usaha untuk menggalang
organisasi-organisasi masyarakat dan angkatan bersenjata, muncul satu tahun
sebelum peristiwa G30S/PKI tepatnya lahir pada tanggal 20 Oktober 1964. Dan
memang tidak dapat disangkal bahwa organisasi ini lahir dari pusat dan
dijabarkan sampai kedaerah-daerah.
Disamping itu untuk tidak adanya loyalitas
ganda dalam tubuh Pegawai Negeri Sipil maka Korpri (Korps Pegawai Republik
Indonesia) yang lahir tanggal 29 Nopember 1971 ikut menggabungkan diri ke dalam
Golongan Karya. Golkar ini kemudian dijadikan kendaraan politik Soeharto untuk
mendukung kekuasaannya
selama 32 tahun, karena tidak ada satupun
kritik dari infra struktur politik ini yang berani mencundangi dirinya.
Kemenangan Golongan Karya dinilai oleh para
pengamat politik di Indonesia dan para peninjau asing dalam pemilu yang
tidakjujur dan adil (jurdil) penuh ancaman dan intimidasi terhadap para pemilih
di pedesaan. Dengan diikuti dukungan terhadap Jenderal (Pum) Soeharto selaku
ketua dewan pembina Golkar untuk dicalonkan kembali sebagai presiden pada
sidang umum MPR tahun 1998 temyata mayoritas anggota DPR/MPR mendukung Soeharto
menjadi presiden untuk periode 19982003.
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan
semestinya menimbulkan permasalahan masa pemerintahan Orde Baru, kedaulatan
rakyat ada ditangan kelompok tertentu, bahkan lebih banyak dipegang pihak
penguasa. Kedaulatan ditangan rakyat yang dilaksanakan sepenuhnya MPR
dilaksanakan de jure secara de facto anggota MPR sudah diatur dan direkayasa
sehingga sebagian besar anggotanya diangkat dengan sistem keluarga (nepotisme).
Rasa ketidak percayaan rakyat kepada
pemerintah, DPR, dan MPR memicu gerakan reformasi. Kaum reformis yang
dipelopori mahasiswa, dosen, dan rektomya menuntut pergantian presiden,
reshuffle kabinet, Sidang Istimewa MPR, dan pemilu secepatnya. Gerakan menuntut
reformasi total disegala bidang, termasuk anggota DPR/MPR yang dianggap penuh
dengan KKN dan menuntut pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi dan
nepotisme. Gerakan reformasi menuntut pembaharuan lima paket undang-undang
politik yang menjadi sumber ketidakadilan, yaitu : (1) UU No. 1 Tahun 1985
tentang Pemilihan Umum; (2) UU No. 1 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan,Tugas,
dan Wewenang DPR/MPR; (3) UU No. 1 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan
GolonganKarya; (4) UUNo. 1 Tahun 1985 tentang Referendum; (5) UU No. 1 Tahun
1985 tentang Organisasi Massa.
4.
Krisis
Hukum
Orde Baru banyak terjadi ketidak adilan
dibidang hukum, dalam kekuasaan kehakiman berdasar Pasal 24 UUD 1945 seharusnya
memiliki kekuasaan yang merdeka terlepas dari kekuasaan eksekutif, tapi
kenyataannya mereka dibawah eksekutif. Dengan demikian, pengadilan sulit
terwujud bagi rakyat, sebab hakim harus melayani penguasa. Sehingga sering
terjadi rekayasa dalam proses peradilan.
Reformasi diperlukan aparatur penegak hukum,
peraturan perundangundangan, yurisprodensi, ajaran-ajaranhukum, dan bentuk
praktek hukum lainnya. Juga kesiapan hakim, penyidik dan penuntut, penasehat
hukum, konsultan hukum dan kesiapan sarana dan prasarana.
5.
Krisis
Kepercayaan
Pemerintahan Orde Baru yang diliputi KKN
secara terselubung maupun terangterangan pada bidang parlemen, kehakiman, dunia
usaha, perbankan, peradilan, pemerintahan sudah berlangsung lama sehingga
disanasini muncul ketidakadilan, kesenjangan sosial, rusaknya system politik,
hukum, dan ekonomi mengakibatkan timbul ketidak percayaan rakyat terhadap
pemerintahan dan pihak luar negeri terhadap Indonesia.
2.3 Reformasi Periode 1998 – sekarang
1.
Pengertian
Reformasi
Reformasi merupakan suatu perubahan yang bertujuan untuk
memperbaiki kerusakan-kerusakan yang diwariskan oleh Orde Baru atau merombak
segala tatanan politi, ekonomi, social dan budaya yang berbau Orde baru. Atau
membangun kembali, menyusun kembali.
2.
Sistematika
Pelaksanaan UUD 1945 pada Masa Orde Reformasi
Pada masa orde Reformasi demokrasi yang dikembangkan pada
dasarnya adalah demokrasi dengan berdasarkan kepada Pancasila dan UUD 1945.
Pelaksanaan demokrasi Pancasila pada masa Orde Reformasi dilandasi semangat
Reformasi, dimana paham demokrasi berdasar atas kerkyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dilaksanakan dengan
rahmat Tuhan Yang Maha Esa serta menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang adil
dan beradab, selalu memelihara persatuan Indonesia dan untuk mewujudkan suatu
keadilan sosila bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pelaksanaan demokasi Pancasila pada masa Reformasi telah
banya member ruang gerak kepada parpol dan komponen bangsa lainnya termasuk
lembaga permusyawaratan rakyat dan perwakilan rakyat mengawasi dan mengontrol
pemerintah secara kritis sehingga dua kepala negara tidak dapat melaksanakan
tugasnya sampai akhir masa jabatannya selama 5 tahun karena dianggap menyimpang
dari garis Reformasi.
Ciriciri umum demokrasi Pancasila Pada Masa Orde
Reformasi :
1.
Mengutamakan
musyawarah mufakat
2.
Mengutamakan
kepentingan masyarakat , bangsa dan negara
3.
Tidak
memaksakan kehendak pada orang lain
4.
Selalu
diliputi oleh semangat kekeluargaan
5.
Adanya
rasa tanggung jawab dalam melaksanakan keputusan hasil musyawarah
6.
Dilakukan
dengan akal sehat dan sesuai dengan hati yang luhur
7.
Keputusan
dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan
8.
Penegakan
kedaulatan rakyar dengan memperdayakan pengawasan sebagai lembaga negara,
lembaga politik dan lembaga swadaya masyarakat
9.
Pembagian
secara tegas wewenang kekuasaan lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.
10. Penghormatan kepada beragam asas, cirri,
aspirasi dan program parpol yang memiliki partai
11. Adanya kebebasan mendirikan partai sebagai
aplikasi dari pelaksanaan hak asasi manusia
Setelah diadakannya
amandemen, UUD 1945 mengalami perubahan. Hasil perubahan terhadap UUD 1945
setelah di amandemen : Pembukaan, Pasal-pasal: 21 bab, 73 pasal, 170 ayat, 3
pasal peraturan peralihan dan 2 pasal aturan tambahan.
3.
Kronologi
Perjuangan Menegakkan Era Reformasi
a.
Maret
1998
Dua
puluh mahasiswa Universitas Indonesia mendatangi Gedung DPR/MPR untuk
menyatakan penolakan terhadap pidato pertanggungjawaban presiden yang
disampaikan pada Sidang Umum MPR dan menyerahkan agenda reformasi nasional.
Mereka diterima Fraksi ABRI.
b.
11
Maret 1998
Soeharto
dan BJ Habibie disumpah menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
c.
14
Maret 1998
Soeharto
mengumumkan kabinet baru yang dinamai Kabinet Pembangunan VII.
d.
15
April 1998
Soeharto
meminta mahasiswa mengakhiri protes dan kembali ke kampus karena sepanjang
bulan ini mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi swasta dan negeri melakukan
berunjukrasa menuntut dilakukannya reformasi politik.
e.
18
April 1998
Menteri
Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Jendral Purn. Wiranto dan 14 menteri
Kabinet Pembangunan VII mengadakan dialog dengan mahasiswa di Pekan Raya
Jakarta namun cukup banyak perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi
yang menolak dialog tersebut.
f.
Mei
1998
Soeharto
melalui Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Alwi Dachlan
mengatakan bahwa reformasi baru bisa dimulai tahun 2003.
g.
Mei
1998
Pernyataan
itu diralat dan kemudian dinyatakan bahwa Soeharto mengatakan reformasi bisa
dilakukan sejak sekarang (tahun 1998an).
h.
4 Mei
1998
Mahasiswa
di Medan, Bandung dan Yogyakarta menyambut kenaikan harga bahan bakar minyak (
2 Mei 1998 ) dengan demonstrasi besarbesaran. Demonstrasi itu berubah menjadi
kerusuhan saat para demonstran terlibat bentrok dengan petugas keamanan. Di
Universitas Pasundan Bandung, misalnya, 16 mahasiswa luka akibat bentrokan
tersebut.
i.
5 Mei
1998
Demonstrasi
mahasiswa besar – besaran terjadi di Medan yang berujung pada kerusuhan.
j.
Mei 1998
Soeharto
berangkat ke Kairo, Mesir untuk menghadiri pertemuan KTT G 15. Ini merupakan
lawatan terakhirnya keluar negeri sebagai Presiden RI.
k.
12 Mei
1998 Aparat keamanan menembak empat mahasiswa Trisakti yang berdemonstrasi
secara damai. Keempat mahasiswa tersebut ditembak saat berada di halaman
kampus.
l.
13 Mei
1998
Mahasiswa
dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi datang
ke Kampus Trisakti untuk menyatakan duka cita. Kegiatan itu diwarnai kerusuhan.
m.
14 Mei
1998
Soeharto
seperti dikutip koran, mengatakan bersedia mengundurkan diri jika rakyat
menginginkan. Ia mengatakan itu di depan masyarakat Indonesia di Kairo.
Sementara itu kerusuhan dan penjarahan terjadi di beberapa pusat perbelanjaan
di Jabotabek seperti Supermarket Hero, Super Indo, Makro, Goro, Ramayana dan
Borobudur. Beberapa dari bagunan pusat perbelanjaan itu dirusak dan dibakar.
Sekitar 500 orang meninggal dunia akibat kebakaran yang terjadi selama
kerusuhan terjadi.
n.
15 Mei
1998
Soeharto
tiba di Indonesia setelah memperpendek kunjungannya di Kairo. Ia membantah
telah mengatakan bersedia mengundurkan diri. Suasana Jakarta masih mencekam.
Toko – toko banyak di tutup. Sebagian warga pun masih takut keluar rumah.
o.
16 Mei
1998
Warga
asing berbondong – bondong kembali ke negeri mereka. Suasana di Jabotabek masih
mencekam.
p.
19 Mei
1998
Soeharto
memanggil sembilan tokoh Islam seperti Nurcholis Madjid, Abdurachman Wahid,
Malik Fajar, dan KH Ali Yafie. Dalam pertemuan yang berlangsung selama hampir
2,5 jam (molor dari rencana semula yang hanya 30 menit) itu para tokoh
membeberkan situasi terakhir, dimana eleman masyarakat dan mahasiswa tetap
menginginkan Soeharto mundur.
Permintaan
tersebut ditolak Soeharto. Ia lalu mengajukan pembentukan Komite Reformasi.
Pada saat itu Soeharto menegaskan bahwa ia tak mau dipilih lagi menjadi
presiden. Namun hal itu tidak mampu meredam aksi massa, mahasiswa yang datang
ke Gedung MPR untuk berunjukrasa semakin banyak. Sementara itu Amien Rais
mengajak massa mendatangi Lapangan Monumen Nasional untuk memperingati Hari
Kebangkitan Nasional.
q.
20 Mei
1998
Jalur
jalan menuju Lapangan Monumen Nasional diblokade petugas dengan pagar kawat
berduri untuk mencegah massa masuk ke komplek Monumen Nasional namun pengerahan
massa tak jadi dilakukan. Pada dinihari Amien Rais meminta massa tak datang ke
Lapangan Monumen Nasional karena ia khawatir kegiatan itu akan menelan korban
jiwa. Sementara ribuan mahasiswa tetap bertahan dan semakin banyak berdatangan
ke gedung MPR / DPR. Mereka terus mendesak agar Soeharto mundur.
r.
21 Mei
1998
Istana
Merdeka, Kamis, pukul 09.05 Soeharto mengumumkan mundur dari kursi Presiden dan
B. J. Habibie disumpah menjadi Presiden RI ketiga. 1. Masa Pemerintahan
Presiden Habibie (1998-1999) Tugas B.J. Habibie adalah mengatasi krisis ekonomi
yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997, menciptakan pemerintahan
yang bersih, berwibawa bebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Hal
ini dilakukan oleh presiden untuk menjawab tantangan era reformasi.
·
Dasar
Hukum B. J. Habibie menjadi Presiden.
Naiknya Habibie menggantikan Soeharto menjadi
polemik dikalangan ahli hukum, ada yang mengatakan hal itu konstitusional dan
inskonstitusional. Yang mengatakan konstitusional berpedoman Pasal 8 UUD 1945, "Bila Presiden
mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya,ia diganti oleh Wakil
Presiden sampai habis waktunya". Adapun yang mengatakan inskonstitusional berlandaskan ketentuan Pasal 9
UUD 1945, "Sebelum Presiden meangku jabatan maka Presiden harus mengucapkan
sumpah dan janji di depan MPR atau DPR". Secara hukum materiel Habibie menjadi
presiden sah dan konstitusional. Namun secara hukum formal (hukum acara) hal
itu tidak konstitusional, sebab perbuatan hukum yang sangat penting yaitu
pelimpahan wewenang dari Soeharto kepada Habibie harus melalui acara resmi
konstitusional. Saat itu DPR tidak memungkinkan untuk bersidang, maka harus ada
alas an yang kuat dan dinyatakan sendiri oleh DPR.
b. Langkah-langkah Pemerintahan B. J. Habibie
1. Pembentukan Kabinet Membentuk
Kabinet Reformasi Pembangunan pada tanggal 22
Mei 1998 yang meliputi perwakilan militer (TNIPOLRI), PPP, Golkar dan PDI.
2. Upaya Perbaikan Ekonomi
Dengan mewarisi kondisi ekonomi yang parah "Krisis
Ekonomi" Presiden
B.J. Habibie berusaha melakukan langkah-langkah perbaikan, antara lain :
a.
Merekapitalisasi
perbankan.
b.
Merekonstruksi
perekonomian nasional.
c.
Melikuidasi
beberapa bank bermasalah.
d.
Menaikkan
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika hingga dibawah Rp. 10.000,00.
e.
Mengimplementasikan
refbrmasi ekonomi yang disyaratkan IMF.
4.
Reformasi
di Bidang Politik
Presiden mengupayakan politik Indonesia dalam kondisi
yang transparan dan merencakan pemilu yang luber dan jurdil, sehingga dapat
dibentuk lembaga tinggi negara yang betul-betul representatif. Tindakan nyata
dengan membebaskan narapidana politik diantaranya yaitu :
1.
DR. Sri
Bintang Pamungkas dosen Universitas Indonesia (UI) dan mantan anggota DPR yang
masuk penjara karena mengkritik Presiden Soeharto.
2.
Mochtar
Pakpahan pemimpin buruh yang dijatuhi hukuman karena dituduh memicu kerusuhan
di Medan dalam tahun 1994.
3.
Kebebasan
Menyampaikan Pendapat Kebebasan ini pada masa sebelumnya dibatasi, sekarang
masa Habibie dibuka selebarlebarnya baik menyampaikan pendapat dalam bentuk
rapat umum dan unjuk rasa. Dalam batas tertentu unjuk rasa merupakan
manifestasi proses demokratisasi. Maka banyak kalangan mempertanyakan mengapa
para pelaku unjuk rasa ditangkap dan diadili. Untuk menghadapi para pengunjuk
rasa Pemerintah dan DPR berhasil menciptakan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang
" kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum ". Diberlakukannya undang-undang tersebut bukan
berarti keadaan menjadi tertib seperti yang diharapkan. Seringkali terjadi
pelanggaran oleh pengunjuk rasa maupun aparat keamanan, akibatnya banyak korban
dari pengunjuk rasa dan aparat keamanan. Hal ini disebabkan oleh :
(1) Undang-undang ini belum begitu
memasyarakat.
(2) Pengunjuk rasa memancing permasalahan,
dan membawa senjata ajam.
(3) Aparat keamanan ada .yang terpancing oleh
tingkah laku pengunjuk rasa sehingga tidak dapat mengendalikan diri.
(4) Ada pihak tertentu yang sengaja
menciptakan suasana panas agar negara menjadi kacau. Krisis ini merupakan
momentum koreksi historis bukan sekedar lengsemya Soeharto dari kepresidenan
tapi yang paling penting membangun kelompok sipil lebih berpotensi untuk
membongkar praktek KKN, otonomi daerah, dan lain-lainnya. Dimana krisis
multidimensi ini berkaitan dengan sistem pemerintahan Orde Baru yang
sentralistik yaitu kurang memperhatikan tuntutan otonomi daerah sebab sebab
segala kebijakan untuk daerah selalu ditentukan oleh pemerintah pusat.
5. Masalah Dwi Fungsi ABRI
Gugatan terhadap peran dwifungsi ABRI maka
petinggi militer bergegas-gegas melakukan reorientasi dan reposisi peran sosial
politiknya selama ini. Dengan melakukan reformasi diri melalui rumusan
paradigma baru yaitu menarik diri dari berbagai kegiatan politik. Pada era
reformasi posisi ABRI dalam MPR jumlahnya sudah dikurangi dari 75 orang menjadi
38 orang. ABRI yang semula terdiri atas empat angkatan yang termasuk Polri,
mulai tanggal 5 Mei 1999 Kepolisian RI memisahkan diri menjadi Kepolisian
Negara RI. Istilah ABRI berubah menjadi TNI yaitu angkatan darat, laut, dan
udara.
5.
Reformasi
di Bidang Hukum
Pada masa pemerintahan Orde Baru telah didengungkan pembaharuan bidang
hukum namun dalam realisasinya produk hukum tetap tidak melepaskan karakter
elitnya. Misalnya UU Ketenagakerjaan tetap saja adanya dominasi penguasa. DPR
selama orde baru cenderung telah berubah fungsi, sehingga produk yang
disahkannya memihak penguasa bukan memihak kepentingan masyarakat. Prasyarat
untuk melakukan rekonstruksi dan reformasi hukum memerlukan reformasi politik
yang melahirkan keadaan demokratis dan DPR yang representatif mewakili
kepentingan masyarakat. Oleh karena itu pemerintah dan DPR merupaka'n kunci
untuk pembongkaran dan refbrmasi hukum. Target reformasi hukum menyangkut tiga
hal, yaitu : substansi hukum, aparatur penegak hukum yang bersih dan berwibawa,
dan institusi peradilan yang independen. Mengingat produk hukum Orde Baru
sangat tidak kondusif untuk menjamin perlindungan hak asasi manusia,
berkembangnya demokrasi dan menghambat kreatifitas masyarakat. Adanya praktek
KKN sebagai imbas dari adanya aturan hukum yangtidak adil dan merugikan
masyarakat.
6.
Sidang
Istimewa MPR
Salah satu jalan untuk membuka kesempatan menyampaikan
aspirasi rakyat ditengahtengah tuntutan reformasi total pemerintah
melakasanakan Sidang Istimewa MPR pada tanggal 10-13 Nopember 1998, diharapkan
benar-benar menyuarakan aspirasi masyarakat dengan perdebaaatan yang lebih
segar, dan terbuka.
Pada saat sidang berlangsung temyata diluar gedung
DPR/MPR Senayan suasana kian memanas oleh demonstrasi mahasiswa dan massa
sehingga anggotaMPR yang bersidang mendapat tekanan untuk bekerja lebih keras,
serius, cepat sesuai tuntutan reformasi. Sidang Istimewa MPR menghasilkan 12
ketetapan, yaitu :
a.
Tap MPR
No. X/MPR/1998 tentang : Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka
Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara
b.
Tap MPR
No. XI/MPR/1998 tentang : Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN.
c.
Tap MPR
No. XH/MPR/1998 tentang : Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden
Republik Indinesia.
d.
Tap MPR
No. XV/MPR/1998 tentang : Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
e.
Tap MPR
No. XVI/MPR/1998 tentang : Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi.
f.
Tap MPR
No. XVII/MPR/1998 tentang : Hak Asasi Manusia.
g.
Tap MPR
No. VII/MPR/1998 tentang : Perubahan dan Tambahan atas Tap MPR Nomor : I/MPR/1983
tentang Peraturan Tata Tertib MPR sebagaimana telah beberapa kali dirubah dan
ditambah dengan ketetapan MPR yang terakhirNomor: I/MPR/1998.
h.
Tap MPR
No. XIV/MPR/1998 tentang : Perubahan dan Penambahan atas Tap MPR No.
III/MPR/1998 tentang Pemilihan Umum.
i.
Tap MPR
No. III/V/MPR/1998 tentang : mencabut Tap MPR No. IV/MPR/1983 tentang
referendum.
j.
Tap MPR
No. IX/MPR/1998 tentang : mencabut Tap MPR No. II/MPR/1998 tentang GBHN.
k.
Tap MPR
No. XII/MPR/1998 tentang : mencabut Tap MPR No. V/MPR/1998 tentang Pemberian
Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris MPR RI dalam rangka
Penyukseskan dan Pengamanan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila.
l.
Tap MPR
No. XVIII/MPR/1998 tentang : mencabut Tap MPR No. II/MPR/1978 tentang Pendoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa) dan penetapan
tentang Penegasan Pancasila sebagai DasarNegara.
7.
Pemilihan
Umum 1999
Faktor politik yang penting untuk memulihkan krisis
multidimensi di Indonesia yaitu dilaksanakan suatu pemilihan urnum supaya dapat
keluar dari krisis diperlukan pemimpin yang dipercaya rakyat. Asas pemilihan
urnum tahun 1999 adalah sebagai berikut:
1) Langsung, Pemilih mempunyai hak secara langsung memberi
suara sesuai kehendak nuraninya tanpa perantara.
2) Umum, bahwa semua warga negara tanpa kecuali yang
memenuhi persyaratan minimal dalam usia 17 tahun berhak memilih dan usia 21
tahun berhak dipilih.
3) Bebas, tiap warga negara berhak menentukan pilihan
tanpa tekanan atau paksaan dari siapapun/pihak manapun.
4) Rahasia, tiap pemilih dijamin pilihannya tidak
diketahui oleh pihak manapun dengan cara apapun 5) Jujur, semua pihak yang terlibat dalam
penyelenggaraan pemilu (penyelenggara/pelaksana, pemerintah, pengawas,
pemantau, pemilih, dan yang terlibat secara langsung) harus bersikap dan
bertindak jujur yakni sesuai aturan yang berlaku.
6) Adil, bahwa pcmilili dan partai politik peserta
pemilu mendapat perlakuan yang sama, bebas dari kecurangan pihak manapun.
Sebagaimana yang diamanatkan dalam ketetapan
MPR, Presiden B.J. Habibie menetapkan tanggal 7 Juni 1999 sebagai waktu
pelaksanaan pemilihan umum. Maka dicabutlah lima paket undang-undang tentang
politik yaitu UU tentang : 1) Pemilu, 2) Susunan, kedudukan, tugas, dan
wewenang DPR/MPR, 3) Parpol dan Golongan Karya, 4) Referendum, 5) Organisasi
Masa.
Sebagai gantinya DPR berhasil menetapkan tiga
undang-undang politik baru yang diratifikasi pada tanggal 1 Pebruari 1999 oleh
Presiden B.J. Habibie yaitu : 1) UU Partai Politik, 2) UU Pemilihan Umum, dan
3) UU Susunan serta Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
Adanya undang-undang politik tersebut
menggairahkan kehidupan politik di Indonesia, sehingga muncul partai-partai
politik yang jumlahnya cukup banyak, tidak kurang dari 112 partai politik yang
lahir dan mendaftar ke Departemen Kehakinam namun setelah diseleksi hanya 48
partai politik yang berhak mengikuti pemilu. Pelaksana pemilu adalah Komisi
Pemilihan Umum yang terdiri atas wakil pemerintah dan parpol peserta pemilu.
Pemungutan suara dilaksanakan pada hari
Kamis, 7 Juni 1999 berjalan lancar dan tidak ada kerusuhan seperti yang
dikhawatirkan masyarakat. Dalam perhitungan akhir hasil pemilu ada dua puluh
satu partai politik meraih suara untuk menduduki 462 kursi anggota DPR.
8.
Sidang
Umum MPR Hasil Pemilu 1999
Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diketuai oleh Jenderal
(Pum) Rudini menetapkan jumlah anggota MPR berdasarkan hasil pemilu 1999 yang
terdiri dari anggota DPR (462 orang wakil dari parpol dan 38 orang TNI/PoIri),
65 orang wakil-wakil Utusan Golongan, dan 135 orang Utusan Daerah. Maka MPR
melaksanakan Sidang Umum MPR Tahun 1999tanggal 121 Oktober 1999. Sidang
mengesahkan Prof. DR. H. Muhammad Amin Rais, MA (PAN) sebagai Ketua MPR, dan
Ir. Akbar Tandjung (Partai Golkar) sebagai Ketua DPR.
Dalam pencalonan presiden muncul tiga nama calon yang
diajukan oleh fraksifraksi di MPR, yaitu KH Abdurrahman Wahid (PKB),
Hj.Megawati Soekamoputri (PDIP), Prof.DR. Yusril Ihza Mahendra, SH, MSc (PBB),
Namun sebelum pemilihan Yusril mengundurkan diri. Hasil pemilihan dilaksanakan
secara voting KH. Abdurrahman Wahid mendapat 373 suara, Megawati mendapat 313
suara, dan 5 abstein. Dalam pemilihan wakil presiden dengan calon Hj.Megawati
Soekamoputri (PDIP) dan DR. Hamzah Haz (PPP) dimenangkan oleh Megawati
Soekarnoputri.
Pada tanggal 25 Oktober 1999 Presiden KH Abdurrahman Wahid dan Wakil
Presiden Megawati Soekamoputri menyusun Kabinet Persatuan Nasional, yang
terdiri dari: 3 Menteri Koordinator (Menko Polkam, Menko Ekuin, dan Menko
Kesra), 16 menteri yang memimpin departemen, 13 Menteri Negara. Pemerintahan
Presiden KH.Abdurrahman Wahid (1999-2001) ini tidak dapat berlangsung lama pada
akhir Juli 2001 jatuh lewat Sidang Istimewa MPR akibat perseteraunnya dengan
DPR dan kasus Brunaigate serta Buloggate, kemudian melalui Sidang Istimewa MPR
yang kemudian melantik Wakil Presiden Hj. Megawati Sukamoputri menjadi Presiden
RI ke5 (2001-2004) dan DR. H.Hamzah Haz dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
menjadi wakil presiden ke-9 (2001-2004).
Masa
Pemerintahan Abdurrahman Wahid (1999-2001)
Pada tanggal 20
Oktober 1999, MPR berhasil memilih Presiden Republik Indonesia yang ke-4 yaitu
KH. Abdurrahman Wahid dengan wakilnya Megawati Soekarnoputri. Pada masa
pemerintahan Gus Dur, ada beberapa persoalan yang dihadapi yang merupakan
warisan dari pemerintahan Orde Baru yaitu :
a.
Masalah
praktik KKN yang belum terselesaikan
b.
Pemulihan
ekonomi.
c.
Masalah
BPPN.
d.
Kinerja
BUMN.
e.
Pengendalian
Inflasi.
f.
Mempertahankan
kurs rupiah.
g.
Masalah
jejaring pengaman sosial (JPS).
h.
Masalah
disintegrasi dan konflik antar umat beragama.
i.
Penegakan
hukum dan penegakan HAM.
j.
Pembaharuan
yang dilakukan pada masa Pemerintahan Gus Dur adalah:
Membentuk Kabinet Kerja untuk mendukung tugas
dalam menjalankan pemerintahan seharihari, Gus Dur membentuk kabinet kerja yang
diberi nama Kabinet Persatuan Nasional yang anggotanya diambil dari perwakilan
masing-masing partai politik yang dilantik pada tanggal b28 Oktober 1999. Di
dalam Kabinet Persatuan Nasional terdapat dua departemen yang dihapuskan, yaitu
Departemen Sosial dan Departemen Penerangan. Bidang Ekonomi : Untuk mengatasi
krisis moneter dan memperbaiki ekonomi Indonesia, dibentuk Dewan Ekonomi
Nasional (DEN) yang bertugas untuk memecahkan perbaikan ekonomi Indonesia yang
belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Dewan Ekonomi nasional
diketuai oleh Prof. Dr. Emil Salim, wakilnya Subiyakto Tjakrawerdaya dan
sekretarisnya Dr. Sri Mulyani Indraswari. Bidang Sosial Budaya : Untuk
mengatasi masalah disintegrasi dan konflik antarumat beragama,
Gus Dur memberikan kebebasan dalam kehidupan
bermasyarakat dan beragama. Hak itu dibuktikan dengan adanya beberapa keputusan
presiden yang dikeluarkan, yaitu :
a.
Keputusan
Presiden No. 6 tahun 2000 mengenai Pemulihan Hak Sipil Penganut Agama Konghucu.
Etnis Cina yang selama Orde Baru dibatasi, maka dengan adanya Keppres No. 6
dapat memiliki kebebasan dalam menganut agama maupun menggelar budayanya secara
terbuka seperti misalnya pertunjukan Barongsai.
b.
Menetapkan
Tahun Baru Cina (IMLEK) sebagai hari besar agama, sehingga menjadi hari libur
nasional. Disamping pembaharuanpembaharuan di atas, Gus Dur juga mengeluarkan
berbagai kebijakan yang dinilai Kontroversial dengan MPR dan DPR, yang dianggap
berjalan sendiri, tanpa mau menaati aturan ketatanegaraan, melainkan
diselesaikan sendiri berdasarkan pendapat kerabat dekatnya, bukan menurut
aturan konstitusi negara. Kebijakan-kebijakan yang menimbulkan kontroversial
dari berbagai kalangan yaitu : 1) Pencopotan Kapolri Jenderal Polisi
Roesmanhadi yang dianggap Orde Baru. 2) Pencopotan Kapuspen Hankam Mayjen TNI Sudradjat,
yang dilatarbelakangi oleh adanya pernyataan bahwa Presiden bukan merupakan
Panglima Tinggi. 3) Pencopotan Wiranto sebagai Menkopolkam, yang
dilatarbelakangi oleh hubungan yang tidak harmonis dengan Gus Dur. 4)
Mengeluarkan pengumuman tentang menteri Kabinet Pembangunan Nasional yang
terlibat KKN sehingga mempengaruhi kinerja kabinet menjadi merosot. 5) Gus Dur
menyetujui nama Irian Jaya berubah menjadi Papua dan mengizinkan pengibaran
bendera Bintang Kejora. Puncak jatuhnya Gus dur dari kursi kepresidenan
ditandai oleh adanya Skandal Brunei Gate dan Bulog Gate yang menyebabkan ia
terlibat dalam kasusmkorupsi, maka pada tanggal 1 Februari 2006 DPR
RImengeluarkan Memorandum yang pertama sedangkan Memorandum yang kedua
dikeluarkan pada tanggal 30 Aril 2001. Gus Dur menanggapi memorandum tersebut
dengan mengeluarkan maklumat atau yang biasa disebut Dekrit Presiden yang
berisi antara lain :
c.
Membekukan
MPR / DPR RI
Mengembalikan kedaulatan di tangan rakyat dan
mengambil tindakan serta
menyusun badan yang diperlukan untuk pemilu
dalam waktu satu tahun.
d.
Membubarkan
Partai Golkar karena dianggap warisan orde baru Dalam kenyataan, Dekrit
tersebut tidak dapat dilaksanakan karena dianggap bertentangan dengan
konstitusi dan tidak memiliki kekuaran hokum, maka MPR segera mengadakan Sidang
Istimewa pada tanggal 23 Juli 2001 dan Megawati Soekarnoputri terpilih sebagai
Presiden RI menggantikan Gus Dur berdasarkan Tap MPR No. 3 tahun 2001 dengan
wakilnya Hamzah Haz.
Masa
Pemerintahan Megawati Soekarno Putri (2001-2004)
Megawati dilantik
di tengah harapan akan membawa perubahan kepada Indonesia karena merupakan
putri presiden pertama Indonesia, Soekarno. Meski ekonomi Indonesia mengalami
banyak perbaikan, seperti nilai mata tukar rupiah yang lebih stabil, namun
Indonesia pada masa pemerintahannya tetap tidak menunjukkan perubahan yang
berarti dalam bidangbidang lain.
Popularitas
Megawati yang awalnya tinggi di mata masyarakat Indonesia, menurun seiring
dengan waktu. Hal ini ditambah dengan sikapnya yang jarang berkomunikasi dengan
masyarakat sehingga mungkin membuatnya dianggap sebagai pemimpin yang ‘dingin’.
Megawati menyatakan pemerintahannya berhasil dalam memulihkan ekonomi
Indonesia, dan pada 2004, maju ke Pemilu 2004 dengan harapan untuk
mempertahankan kekuasaannya sebagai presiden.
Pada tahun 2004, Indonesia menyelenggarakan pemilu presiden secara
langsung pertamanya. Ujian berat dihadapi Megawati untuk membuktikan bahwa
dirinya masih bisa diterima mayoritas penduduk Indonesia. Dalam kampanye,
seorang calon dari partai baru bernama Partai Demokrat, Susilo Bambang
Yudhoyono, muncul sebagai saingan yang hebat baginya.
a.
Pemerintahan
Gotong Royong
Kabinet Gotong Royong adalah kabinet
pemerintahan Presiden RI kelima Megawati Sukarnoputri (2001-2004). Kabinet ini
dilantik pada tahun 2001 dan masa baktinya berakhir pada tahun 2004. Kinerja
Pemerintahan Megawati Soekarno putri sangat mengecewakan. Megawati tidak tampil
sebagai seorang presiden, melainkan lebih sebagai ketua umum partai. Akibatnya,
roda pemerintahan tidak berjalan sebagaimana diharapkan banyak orang dan
cita-cita reformasi.
Penilaian itu dilontarkan Kelompok Kerja
(Pokja) Petisi 50 dalam evaluasi akhir tahun Petisi 50 yang berjudul
"Catatan Akhir Tahun 2002, Pernyataan Keperihatinan".
Sebagai pemimpin bangsa, menurut Petisi 50,
Presiden Megawati sangat mudah dipengaruhi. Selain itu, para pembantunya di
jajaran kabinet kelihatan sangat tidak solid. Hal itu terjadi karena para
menteri masing-masing mengusung kepentingan partai politik (parpol) dari mana
mereka berasal.
Masa
Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
Pemerintahan
Indonesia Bersatu Jilid 1 (ERA SBY-JK) pada tahun 2004-2009 Kabinet Indonesia
Bersatu 1 (Inggris: United Indonesia Cabinet) adalah kabinet pemerintahan
Indonesia pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden
Muhammad Jusuf Kalla. Kabinet ini dibentuk pada 21 Oktober 2004 dan masa
baktinya berakhir pada tahun 2009. Pada 5 Desember 2005, Presiden Yudhoyono
melakukan perombakan kabinet untuk pertama kalinya, dan setelah melakukan evaluasi
lebih lanjut atas kinerja para menterinya, Presiden melakukan perombakan kedua
pada 7 Mei 2007.
Susunan Kabinet
Indonesia Bersatu pada awal pembentukan (21 Oktober 2004), perombakan pertama
(7 Desember 2005), dan perombakan kedua (9 Mei 2007) Pada periode ini,
pemerintah melaksanakan beberapa program baru yang dimaksudkan untuk membantu
ekonomi masyarakat kecil diantaranya Bantuan Langsung Tunai (BLT), PNPM Mandiri
dan Jamkesmas. Pada prakteknya, program-program ini berjalan sesuai dengan yang
ditargetkan meskipun masih banyak kekurangan disana-sini. Pemerintahan
Indonesia Bersatu Jilid II (era SBY-Boediono) pada tahun 2009-2014 Kabinet
Indonesia Bersatu 2 adalah kabinet pemerintahan Indonesiapimpinan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono.
Susunan kabinet ini
berasal dari usulan partai politik pengusul pasangan SBYBoediono pada Pilpres
2009 yang mendapatkan kursi di DPR (Partai Demokrat, PKS, PAN, PPP, dan PKB)
ditambah Partai Golkar yang bergabung setelahnya, tim sukses pasangan SBY
Boediono pada Pilpres 2009, serta kalangan profesional. Susunan Kabinet
Indonesia Bersatu II diumumkan oleh Presiden SBY pada 21 Oktober 2009 dan
dilantik sehari setelahnya. Pada 19 Mei 2010, Presiden SBY mengumumkan
pergantian Menteri Keuangan.
Pada periode ini,
pemerintah khususnya melalui Bank Indonesia menetapkan empat kebijakan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional negara yaitu :
1.
BI rate
2.
Nilai
tukar
3.
Operasi
moneter
4.
Kebijakan
makroprudensial untuk pengelolaan likuiditas dan makroprudensial lalu lintas
modal.
Dengan
kebijakankebijakan ekonomi diatas, diharapkan pemerintah dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi negara yang akan berpengaruh pula pada meningkatnya kesejahteraan
masyarakat Indonesia.
PERBANDINGAN SISTEM PEMERINTAHAN DI
INDONESIA PADA MASA ORDE LAMA, ORDE BARU DAN REFORMASI
Pada masa orde lama, sistem pemerintahan di Indonesia mengalami
beberapa peralihan. Indonesia pernah menerapkan sistem pemerintahan
presidensial, parlementer, demokrasi liberal, dan sistem pemerintahan demokrasi
terpimpin. Berikut penjelasan sistem pemerintahan masa Soekarno: Masa
Pemerintahan Pasca Kemerdekaan (1945-1950) Pada tahun 1945-1950, terjadi
perubahan sistem pemerintahan dari presidensial menjadi parlementer. Dimana
dalam sistem pemerintahan presidensial, presiden memiliki fungsi ganda, yaitu
sebagai badan eksekutif dan merangkap sekaligus sebagai badan legislatif.
Pada masa
pemerintahan Presiden Soekarno ini juga terjadi penyimpangan UUD 1945. Berikut Penyimpangan UUD 1945 yang
terjadi pada masa orde lama: Fungsi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
berubah, dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif
dan ikut menetapkan GBHN yang merupakan wewenang MPR. Terjadinya perubahan
sistem kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer. Masa Demokrasi Liberal
(1950-1959) Masa pemerintahan pada tahun 1950-1959 disebut masa liberal, karena
dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal.
Pada saat negara
kita menganut sistem demokrasi liberal, terdapat ciri-ciri sistem pemerintahan
sebagai berikut:
1.
Presiden
dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat.
2.
Menteri
bertanggung jawab atas kebijakan pemerintahan.
3.
Presiden
berhak membubarkan DPR.
4.
Perdana
Menteri diangkat oleh Presiden.
5.
Pada 17
Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959 Presiden Soekarno memerintah menggunakan
konstitusi Undang – Undang
6.
Dasar
Sementara Republik Indonesia 1950. Dewan Konstituante diserahi tugas membuat
Undang – Undang dasar yang baru sesuai amanat UUDS 1950. Namun sampai tahun
1959 badan ini belum juga bisa membuat konstitusi baru. Akhirnya, Soekarno
mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, yang membubarkan Konstituante. Isi Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 adalah: Pembentukan MPRS dan DPAS Kembali berlakunya UUD
1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950 Pembubaran Konstituante Tahun 1959 – 1968 (Demokrasi Terpimpin)
Demokrasi terpimpin
adalah sebuah sistem demokrasi dimana seluruh keputusan serta pemikiran berpusat
pada pemimpin negara, yaitu Presiden Soekarno. Sistem Pemerintahan Demokrasi
Terpimpin pertama kali diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam pembukaan sidang
konstituante pada tanggal 10 November 1956. Pada masa demokrasi terpimpin ini
terjadi berbagai penyimpangan yang menimbulkan beberapa peristiwa besar di
Indonesia. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada masa Demokrasi terpimpin
yaitu:
1.
Pancasila
diidentikkan dengan NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis)
2.
Produk
hukum yang setingkat dengan Undang – Undang (UU) ditetapkan dalam bentuk
penetapan presiden (penpres) daripada persetujuan MPRS mengangkat Soekarno
sebagai presiden seumur hidup
3.
Presiden
membubarkan DPR hasil pemilu 1955
4.
Presiden
menyatakan perang dengan Malasya
5.
Presiden
menyatakan Indonesia keluar dari PBB
6.
Hak
Budget tidak jalan
7.
Pada
masa ini terjadi persaingan antara Angkatan Darat, Presiden, dan PKI.
Persaingan ini mencapai klimaks dengan terjadinya perisiwa Gerakan 30 September
1965 yang dilakukan oleh PKI. Adapun dampak dari peristiwa G 30 S adalah :
a.
Demostrasi
menentang PKI
b.
Mayjen
Soeharto menjadi Panglima AD
c.
Keadaan
ekonomi yang buruk
d.
Kabinet
seratus menteri
e.
Munculnya
TRITURA (Tri Tuntutan Rakyat), Tritura adalah singkatan dari tri tunturan
rakyat atau tiga tuntutan rakyat yang dicetuskan dan diserukan oleh para
mahasiswa KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dengan didukung oleh ABRI
pada tahun 1965. Tuntutan ini ditujukan kepada Pemerintah. Isi TRITURA yaitu:
1. Pembubaran PKI dan ormas-ormasnya; 2. Pembersihan kabinet Dwikora dari
unsur-unsur PKI; 3. Penurunan harga barang-barang.
f.
Peralihan
Kekuasaan politik dari Orde lama ke Orde Baru Terjadinya peristiwa G 30 S PKI
sangat berpengaruh terhadap proses peralihan pemerintahan dari Orde Lama ke
Orde baru. Berikut proses peralihan pemerintahan dari Orde Lama ke Orde baru:
Tanggal 16 Oktober 1966.
g.
Mayjen
Soeharto telah dilantik menjadi Menteri Panglima Angkatan Darat dan dinaikkan
pangkatnya menjadi Letnan Jenderal. Keberanian KAMI dan KAPPI yang memberikan
kesempatan bagi Mayjen Soeharto untuk menawarkan jasa baik demi pulihnya
kemacetan roda pemerintahan dapat diakhiri. Untuk itu ia mengutus tiga Jenderal
yaitu M.Yusuf, Amir macmud dan Basuki Rahmat oleh Soeharto untuk menemui
presiden guna menyampaikan tawaran itu pada tanggal 11 Maret 1966. Sebagai
hasilnya lahirlah surat perintah 11 Maret 1966 (SUPERSEMAR)
Masa Pemerintahan Orde Lama memang
tergolong pemerintahan yang mengalami banyak transisi sistem pemerintahan dan
banyak peristiwa penting yang terjadi di dalamnya. Berikut kelebihan dan
kekurangan masa Pemerintahan Orde lama:
a.
Kelebihan Masa Orde Lama
Presiden Soekarno:
Banyak menyumbangkan gagasan-gagasan dalam politik luar negeri.
Indonesia berhasil merebut kembali Irian Barat dari Belanda melalui jalur
diplomasi dan militer. Kepemimpinan Indonesia di mata dunia Internasional
mempunyai sumbangsih besar, yaitu sebagai pelopor gerakan Non blok dan Pemimpin
Asia Afrika. Konferensi Asia Afrika diadakan pada tahun 1955 di Bandung.
Konferensi Asia Afrika tersebut membuahkan Gerakan NonBlok pada tahun 1961.
Mampu membangun integritas nasional yang kuat.
b.
Kekurangan Masa Orde Lama:
Penataan kehidupan konstitusional yang tidak berjalan sebagaimana
diatur dalam UUD 1945. Situasi politik yang tidak stabil terlihat dari
banyaknya pergantian kabinet yang mencapai 7 kali pergantian kabinet. Sistem
demokrasi terpimpin. Kekuasaan Presiden Soekarno yang sangat Dominan, Sehingga
kehidupan politik tidak tumbuh demokratis. Pertentangan ideologi antara
nasionalis, agama dan komunis (NASAKOM). Terjadinya inflasi yang mengakibatkan
harga kebutuhan pokok menjadi tinggi.
Masa Orde Baru (1966-1998), orde baru lahir dengan diawali berhasilnya
penumpasan terhadap G.30.S/PKI pada tanggal 1 Oktober 1965. Orde baru sendiri
adalah suatu tatanan perikehidupan yang mempunyai sikap mental positif untuk
mengabdi kepada kepentingan rakyat, dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa
Indonesia untuk mencapai suatu masyarakat adil dan makmur baik material maupun
spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 melalui pembangunan di segala
bidang kehidupan. Orde Baru bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Orde Baru ingin mengadakan ‘koreksi total’ terhadap
sistem pemerintahan Orde Lama.
Pada tanggal 11
Maret 1966, Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah kepada Letjen
Soeharto atas nama presiden untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu guna
mengamankan pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, untuk menegakkan
RI berdasarkan hukum dan konstitusi. Maka tanggal 12 Maret 1966, dikeluarkanlah
Kepres No. 1/3/1966 yang berisi pembubaran PKI, ormas-ormasnya dan PKI sebagai
organisasi terlarang di Indonesia serta mengamankan beberapa menteri yang
terindikasi terkait kasus PKI. (Erman Muchjidin, 1986:5859). Orde Baru adalah
sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru
menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru
berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Pada tahun 1968, MPR secara resmi
melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian
dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993,
dan 1998.
Di dalam Penjelasan
UUD 1945, dicantumkan pokok-pokok Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia
pada era Orde baru, antara lain sebagai berikut :
1.
Indonesia
adalah negara hukum (rechtssaat)
Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsaat). Ini mengandung arti bahwa negara, termasuk
di dalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga negara lain, dalam melaksanakan
tugasnya/ tindakan apapun harusdilandasi oleh hukum dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum.
2.
Sistem
Pemerintahan Presidensiil
Sistem pemerintahan pada orde baru adalah
presidensiil karena kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintah dan
menterimenteri bertanggung jawab kepada presiden. Tetapi dalam kenyataan,
kedudukan presiden terlalu kuat. Presiden mengendalikan peranan paling kuat
dalam pemerintahan.
3.
Sistem
Konstitusional
Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi
(hukum dasar). Sistem ini memberikan ketegasan cara pengendalian pemerintahan
negara yang dibatasi oleh ketentuan konstitusi, dengan sendirinya juga
ketentuan dalam hukum lain yang merupakan produk konstitusional, seperti
Ketetapan-Ketetapan MPR, Undang - Undang, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya.
Diadakan tata urutan terhadap peraturan perUndang - Undangan.
Berdasarkan pada TAP MPRS No. XX/MPRS/1966
urutannya adalah sebagai berikut; 1. UUD 1945; 2. Ketetapan MPR; 3. UU; 4.
Peraturan Pemerintah; 5. Kepres; 6. Peraturan pelaksana lainnya, misalnya
Keputusan Menteri, Instruksi Menteri, Instruksi Presiden dan Peraturan Daerah.
(Erman Muchjidin,1986:7071).
4.
Kekuasaan
negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Kedaulatan rakyat
dipegang oleh suatu badan yang bernama MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat
Indonesia Tugas Majelis adalah: 1. Menetapkan Undang – Undang Dasar; 2.
Menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara;
5.
Mengangkat
kepala negara (Presiden) dan wakil kepala negara (wakil presiden). Majelis
inilah yang memegang kekuasaan negara tertinggi, sedang Presiden harus
menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh
Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, tunduk dan bertanggungjawab kepada
Majelis. Presiden adalah “mandataris” dari Majelis yang berkewajiban
menjalankan ketetapan-ketetapan Majelis.
6.
Presiden
ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi menurut UUD dalam
menjalankan kekuasaan pemerintahan negara, tanggung jawab penuh ada di tangan
Presiden. Hal itu karena Presiden bukan saja dilantik oleh Majelis, tetapi juga
dipercaya dan diberi tugas untuk melaksanakan kebijaksanaan rakyat yang berupa
Garis-Garis Besar Haluan Negara ataupun ketetapan MPR lainnya.
7.
Presiden
tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Kedudukan Presiden
dengan DPR adalah sejajar. Dalam hal pembentukan Undang – Undang dan menetapkan
APBN, Presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Oleh karena itu, Presiden
harus bekerja sama dengan DPR. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan,
artinya kedudukan Presiden tidak tergantung dari Dewan. Presiden tidak dapat
membubarkan DPR seperti dalam kabinet parlementer, dan DPR pun tidak dapat
menjatuhkan Presiden.
8.
Menteri
negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada
Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden memilih, mengangkat dan memberhentikan
menteri-menteri negara. Menteri-menteri itu tidak bertanggung jawab kapada DPR
dan kedudukannya tidak tergantung dari Dewan., tetapi tergantung pada Presiden.
Menteri-menteri merupakan pembantu presiden.
9.
Kekuasaan
Kepala Negara tidak tak terbatas. Meskipun kepala negara tidak bertanggung
jawab kepada DPR, tetapi bukan berarti ia “diktator” atau tidak terbatas.
Presiden, selain harus bertanggung jawab kepada MPR, juga harus memperhatikan
sungguh-sungguh suara-suara dari DPR karena DPR berhak mengadakan pengawasan
terhadap Presiden (DPR adalah anggota MPR). DPR juga mempunyai wewenang
mengajukan usul kepada MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta
pertanggungjawaban Presiden, apabila dianggap sungguh-sungguh melanggar hukum
berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya atau perbuatan tarcela.
10.
Sistem
Kepartaian Sistem kepartaian menggunakan sistem multipartai, tetapi hanya ada 3
partai, yaitu Golkar, PDI, dan PPP. Secara faktual hanya ada 1 partai yang
memegang kendali yaitu partai Golkar dibawah pimpinan Presiden Soeharto.
Sistem pemerintahan
negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen atau pada masa orde
baru tertuang dalam Penjelasan UUD 1945 tentang tujuh kunci pokok sistem
pemerintahan negara tersebut sebagai berikut.
1.
Indonesia
adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat).
2.
Sistem
Konstitusional.
3.
Kekuasaan
negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
4.
Presiden
adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dibawah Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
5.
Presiden
tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
6.
Menteri
negara ialah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggung jawab kepada
Dewan Perwakilan Rakyat.
7.
Kekuasaan
kepala negara tidak tak terbatas.
Berdasarkan tujuh
kunci pokok sistem pemerintahan, sistem pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945
menganut sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan ini dijalankan
semasa pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Suharto. Ciri dari
sistem pemerintahan masa itu adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada
lembaga kepresidenan. Hamper semua kewenangan presiden yang di atur menurut UUD
1945 tersebut dilakukan tanpa melibatkan pertimbangan atau persetujuan DPR
sebagai wakil rakyat.
Sekarang ini sistem
pemerintahan di Indonesia masih dalam masa transisi. Sebelum diberlakukannya
sistem pemerintahan baru berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen keempat tahun
2002, sistem pemerintahan Indonesia masih mendasarkan pada UUD 1945 dengan
beberapa perubahan seiring dengan adanya transisi menuju sistem pemerintahan
yang baru.
Masa Reformasi (1998-sekarang), munculnya Era Reformasi ini menyusul
jatuhnya pemerintah Orde Baru tahun 1998. Krisis finansial Asia yang
menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidak puasan
masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu
menyebabkan terjadinya demonstrasi besarbesaran yang dilakukan berbagai organ
aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia.
Pemerintahan
Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang
kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswa pun
meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar dari dalam
maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari
jabatannya.
Mundurnya Soeharto
dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya Orde
Baru, untuk kemudian digantikan "Era Reformasi". Masih adanya
tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa
Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih
belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering
disebut sebagai "Era Pasca Orde Baru".
Dalam kurun waktu
1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang ditetapkan
dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
1.
Sidang
Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD 1945
2.
Sidang
Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945
3.
Sidang
Tahunan MPR 2001, tanggal 19 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945
4.
Sidang
Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD 1945
Undang – Undang
Dasar 1945 berdasarkan Pasal II Aturan Tambahan terdiri atas Pembukaan dan
pasal-pasal. Tentang sistem pemerintahan negara republik Indonesia dapat
dilihat di dalam pasal-pasal sebagai berikut :
1.
Negara
Indonesia adalah negara Hukum.
Tercantum di dalam Pasal 1 ayat (3). Negara
hukum yang dimaksud adalah negara yang menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai
kekuasaan yang merdeka, menghormati hak asasi mansuia dan prinsip due process
of law. Pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang merdeka diatur dalam bab IX yang
berjumlah 5 pasal dan 16 ayat. (Bandingkan dengan UUD 1945 sebelum perubahan
yang hanya 2 pasal dengan 2 ayat). Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
(Pasal 24 ayat 1 UUD 1945). Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi. Sedangkan badan-badan lainnya yang fungsinya
berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang - Undang.
2.
Sistem
Konstitusional
Sistem Konstitusional pada era reformasi
(sesudah amandemen UUD 1945) berdasarkan Check and Balances. Perubahan UUD 1945 mengenai penyelenggaraan
kekuasaan negara dilakukan untuk mempertegas kekuasaan dan wewenang
masing-masing lembaga-lembaga negara, mempertegas batas-batas kekuasaan setiap
lembaga negara dan menempatkannya berdasarkan fungsi-fungsi penyelenggaraan
negara bagi setiap lembaga negara. Sistem yang hendak dibangun adalah sistem “check and balances”, yaitu pembatasan kekuasaan setiap lembaga
negara oleh Undang – Undang dasar, tidak ada yang tertinggi dan tidak ada yang
rendah, semuanya sama diatur berdasarkan fungsi-fungsi masing-masing.
Atas dasar semangat
itulah perubahan pasal 1 ayat 2, UUD 1945 dilakukan, yaitu perubahan dari
“Kedaulatan ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”, menjadi
“Kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang – Undang Dasar”.
Ini berarti bahwa kedaulatan rakyat yang dianut adalah kedaulatan berdasar
Undang – Undang dasar yang dilaksanakan berdasarkan Undang – Undang dasar oleh
lembaga-lembaga negara yang diatur dan ditentukan kekuasaan dan wewenangnya
dalam Undang – Undang dasar. Oleh karena itu kedaulatan rakyat, dilaksanakan
oleh MPR, DPR, DPD, Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi
Yudisial, BPK dan lain-lain sesuai tugas dan wewenangnya yang diatur oleh UUD.
Bahkan rakyat secara langsung dapat melaksanakan kedaulatannya untuk menentukan
Presiden dan Wakil Presidennya melalui pemilihan umum.
Sistem pemerintahan
Indonesia pada masa reformasi adalah sebagai berikut.
3.
Bentuk
negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah yang luas. Wilayah negara terbagi
dalam beberapa provinsi.
4.
Bentuk
pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan presidensial.
5.
Presiden
adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil
presiden dipilih dan diangkat oleh MPR untuk masa jabatan lima tahun. Untuk
masa jabatan 20042009, presiden dan wakil presiden akan dipilih secara langsung
oleh rakyat dalam satu paket.
6.
Kabinet
atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
7.
Parlemen
terdiri atas dua bagian (bikameral), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan
Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota dewan merupakan anggota MPR. DPR memiliki
kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan.
8.
Kekuasaan
yudikatif dijalankan oleh Makamah Agung dan badan peradilan dibawahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Muchjidin, Erman. 1986. Tata Negara. Bandung :
Yudhistira.
Soehino. 1992. Hukum Tata Negara Indonesia. Yogyakarta : Liberty.
Undang – Undang Dasar RI 1945 Hasil Amandemen Pertama Keempat.
Proses Pelaksanaan
Keputusan MPRS No.5/MPRS/ 1996 Tentang Tanggapan Madjelis Permusjawaratan
Rakjat Sementara Republik Indonesia Terhadap Pidato Presiden/Mandataris MPRS di
Depan Sidang Umum KeIV MPRS Pada Tanggal 22 Djuni 1966 Yang Berdjudul Nawaksara.
Sumber:
(Perbandingan Sistem Pemerintahan Indonesia Orde Baru dan Era
Reformasi)