Rabu, 13 April 2016

Cerpen Inspiratif Kisah Nyata "Pintu yang Terbuka"


Pintu yang Terbuka

Oleh: Ana Raihan Putri


Teruslah Berbuat Baik, karena engkau tidak pernah tahu, malam ini siapa lagi yang sedang mengetuk pintu langit dengan doanya agar Allah melimpahkan rezeki dan rahmat-Nya padamu dan meminta Allah membersihkanmu dari dosa-dosa.


Hampir 22 tahun usiaku, Hujan turun di sore hari saat mata hari hendak terbenam, memberikan efek cahaya kuning yang cantik, terlebih hujannya yang tidak lebat itu mengingatkan aku pada beberapa memori di tahun tahun kecilku. Orang tua dan juga orang lain. Ayah dan ibu, malaikat dunia kita. Mereka rela basah diguyur hujan asalkan anak mereka tidak basah. Aku sudah terlalu ingat semua pengorbanan mereka, semakin aku ingat semakin mentes air mataku. Walau semuanya adalah momen indah, pukulan yang diberikan cukup membuatku merasa tahu, apa artinya perlindungan itu. Jauh sebelum aku seperti ini, di suatu hari dikala hujan datang pagi hari. Seorang ayah di pagi hujan itu, seorang ayah dengan sepeda motor jelek nya itu mengantar anaknya ke sekolah. Aku hanya bengong di bawah tritisan kelas melihat ke gerbang sekolah yang mulai tertutup. Seorang ayah milik orang lain, membuatku ingat betapa sensitifnya hujan untukku. Dia pakaikan helmnya untuk sang putri agar kepala sang anak tidak kehujanan, karena sang anak akan belajar di sekolah itu, dia tidak boleh sakit. Tapi sang ayah itu dengan kepala tak banyak rambutnya lagi dengan motor tua jelek itu, basah total. Benar, walau penentangnya, kau akan melindungi orang yang berharga untukmu, pengeorbanan memang dilakukan oleh pihak yang lebih mencintai.
Lagi, Aku masih kelas tiga SD waktu itu. hujan untuk pertama kalinya di bulan itu turun dengan saat deras padahal aku sedang berada di sekolah. hujan dan petir menakutiku sehingga membuatku segera pulang di bawahnya. Jarak rumah ke sekolah ada sekitar 300 meter, di guyur hujan aku berlari seolah-oleh benar-benar bisa melihat jalanku dengan lurus. Aku lupa kata-kata ayah untuk menunggu beliau menjemput, saat itu keegoisanku lagi-lagi membunuh jiwaku. Aku berpikir ayah tidak akan mungkin menjemputku di kala hujan itu sehingga aku seperti bunuh diri untuk terjun di bawah hujan yang sangat deras dan membutakanku. 200 m menuju rumah, aku sudah menyerah. Tenaga untuk berlari berkurang, aku kedinginan dan juga ketakutan. Semuanya basah, bukuku dan peralatan sekolah, semuanya yang ada pada diriku basah.
Lalu ditengah putus asanya anak-anak yang lupa pada orang tuanya,  aku melihat benda hitam aneh mengikutinya sedari tadi, mobil mewah itu mengikutiku secara pelan. Pikirku segera pada penculikan. Melanggar janji dengan ayah yang akan menjemputku, ini pastilah kutukan, sebentar lagi aku akan diculik dan menghilang, pikirku singkat dan segera berlari lagi. Entah dari mana kekuatan itu muncul, mungkin dari rasa ketakutanku. Mobil itu terus mengikutiku, menghalangi jalanku. Aku semakin takut dan berlari secepat yang aku bisa. Sampai pemilikinya membukakan pintu mobilya, sekilas sambil berlari dan sambil mobil itu mengejarku aku bisa melihat sang pemilik adalah masih muda, lelaki muda anak orang kaya, mungkin waktu itu dia baru kuliah. Dia duduk di belakang, karena yang membawanya adalah supir, sudah kubilang dia anak orang kaya. Abang tu anak orang kaya.
“Dek naik dek, biar kami antar.” Teriak dia mencoba mengalahkan suara hujan.
“Enggak. Mamak bilang gak boleh naek mobil orang.” Balasku lalu berlari lagi.
“Ayo dek gak apa-apa, biar kami antar, dimana rumahnya?”
“Enggak.” Si ana ini terus keras kepala dan berlari sekuat-kuatnya. Mobil itu berhenti, membiarkanku lari didepannya, membuat jarak. Dan mungkin membiarkanku untuk berngurangi kecepatanku dan beristirahat. Hujan semakin deras dan petir menggelegar. Aku benar-benar lupa tentang kekhawatiran ayah dan ibu yang menunggu di rumah, kekhawatiran ayah yang sebenarnya saat itu sudah tiba di sekolahku dari tempat kerjanya dengan sepeda butut warna birunya dan jelas saja kehujanan, beliau mencariku dan tiada yang tahu kemana aku pergi. hanya aku yang sudah menghilang dari sekolah, tiada anak yang nekad dari pada aku saat itu.
Lalu, mobil itu sudah habis kesabaran, supirnya memutar stir hingga benar-benar memblokir jalanku, pintu mobil itu terbuka ke samping (sudah kubilng ini mobil mewah) si abang itu menyalurkan tanganya.
“Dek, biar abang antar, sumpah dek diatar sampe rumah? Dimana rumahnya?”
“Enggak mau.”
“Adek gak pikir orang tua adek nungguin dirumah? Mamak adek tungguin adek di rumah, abang orang baek-baek dek. Abang antarin sampe rumah.”
Saat itulah dunia berhenti. Baru aku sadari aku telah melupakan orangtuaku. Aku egois dan memilih mencoba selamat sendiri tapi sebenarnya hanya melakukan keia-siaan. Abang itu membuka payungnya dan turun mengambilku yang sudah tidak punya kata-kata lagi. Aku akhirnya naek ke mobil itu.
“Belok situ bang.” Begitulah akhirnya aku menuntun mereka membawaku ke rumah orang tuaku. Setibanya di kompleks, aku sudah melihat ibu dari jendela. Ibu dengan wajah gusarnya memenggang panyung mondar-mandir di halaman rumah.
“Mamak.” Aku segara berlari ketiaka pintu mobil di buka, segera memeluk ibu dan menangis. tidakpun aku mengucapkan terimakasih, dan tidakpun aku tahu bagaimana ibuku berbicara dengan mereka. sekarang dalam hatiku aku sangat ingin berada di posisi itu, menjadi orang mampu dan punya hati nurani. Yang bisa membantu orang yang membutuhkan pertolongannya. Aku ingin berada di pihak pemberi, aku sangat ingin. Buat abang yang punya mobil itu, tahun 2003 di Lhokseumawe di lintas jalan mahoni kutablang dekat lorong jambu, terima kasih karena telah menolongku, terimakasih karena telah meyakinkanku bahwa di dunia ini masih ada dan ada orang yang berada tapi peduli, terima kasih karena telah membuatku mengingat orang tuaku. Terimaksih atas panyungnya, terimaksih atas tumpangannya dan terimakasih atas uluran tangannya. Semoga kebaikkan abang di waktu itu di catat Allah sebagai amal yang baik dan semoga Allah melancarkan segala urusan abang, semoga Allah mengahpus dosa abang dan walaupun sama sekali tidak tahu siapa abang, tidak tahu dimana sekarang dan bagaimana keadaan abang, semoga Allah menyampaikan terimaksih ku ini dari jalan yang Allah sukai. Aamiin.
Cerita tentang hujan masih berlanjut. Itu tahun 2008 saat aku kelas dua tsanawiyah. Pagi senin itu hujan mengguyur kota kami dengan sangat deras, aku dan adikku harus pergi sekolah ke kota yang jaraknya 3 km dari rumah. Ayah dan ibu berangkat duluan di bawah hujan, meinggalkan kami dengan satu payung dan uang untuk tranportasi naek becak supaya tidak basah. Rumah kami sudah pindah ke tempat yang terpencil, dan saat itu becak seolah-olah ditelan bumi dan menghilang karena hujan. Jam sudah hampir setengah delapan dan kami belum beranjak dari depan lorong rumah kami. Kami sekolah di tempat unggul dengan kedisiplinan sangat tinggi, hanya toleransi 30 menit jika hujan lebat. Dan pukul delapan sebentar lagi.
Tidak mungkin kami diam saja. Aku dan adikku menguji akal bodoh kami, hendak bertarung dengan dua hal, hujan deras dan jarak 3 km. Kami nekat untuk jalan kaki dibawah payung  kecil,
“Dek, kita jalan aja dulu, mana tahu ada becak di depan.”
Langkah aneh itu benar-benar nekat, 3 km dan hujan lebat, mencoba untuk berjalan kaki, berharap sang becak akan ada di ujung-ujung simpang. Nihil. Tiada kami temukan apapun, adikku mulai khawatir dan aku mulai menangis. keputusasaan seolah-olah menarik jalan kami untuk kembali kerumah. Sampai kejadian serupa datang lagi padaku seorang bapak dengan mobilnya berhenti dan membuka pintunya. Ternyata beliau punya anak yang juga bersekolah di kota.
“Ayo naek dek, kita searah. Ni hujan.” Tiada lama lama aku dan adik segera masuk ke mobil dan berterima kasih. Seragam sekolah saat itu memberi sinyal pertolongan mungkin. Haha entahlah. Aku tapi masih menagis karena kebaikkan itu, bahkan setibanya aku di sekolah aku segera menangis lagi mengingat kebaikkan itu.
Yang ingin aku katakan adalah, jadilah orang yang baik. Berbuat kebaikkanlah pada siapapun, karena kalian tidak tahu, siapa yang sedang mendoakan kalian atas kebaikkan kalian. Saat pintu kedua mobil itu terbuka untukku. Sebuah pintu lain pasti telah Allah bukakan untuk mereka. Pintu hati mereka yang terbuka, membukakan pintu penyelamatan untuk kami, sebuah pesan dari Allah yang tersampaikan melalui pintu yang terbuka.
Saat Anda duduk tenang dalam mobil Anda yang tidak terisi penuh berusahalah untuk memenuhkan kebaikkan yang Anda dapat dari Allah atas kenikmatan berkendara dengan bersyukur. Terlebih dikala hujan, bukakanlah pintu mobil Anda untuk mereka yang membutuhkan, untuk mereka yang kehujanan dengan kaki-kaki yang tergesa. Pintu yang terbuka telah mewujudkan keterbukaan hati anda, dan pintu yang terbuka untuk menolong orang lain telah membuka pintu rahmat Allah untuk Anda, ada pintu pintu kebaikkan yang lainnya yang akan terus terbuka untuk Anda. Karena doa dari orang yang Anda tolong akan menyertai Anda, Allah melihat apa yang anda kerjakan. Anda memberi mereka pertolongan sekaligus ambisi untuk berada di posisi Anda dan membukakan pintu dikemudian hari untuk orang lain lagi. Bukakanlah pintu Anda untuk mereka yang membutuhkan, akan ada doa pengetuk pintu langit untuk Anda dari mereka. Akan selalu mereka ingat sebagai hari indah dikala hujan atau dikala terik matahari, akan mereka kenang sepanjang hidup mereka bantuan berharga Anda, dari pintu yang Anda buka, pintu yang Anda buka untuk orang yang membutuhkan bantuan Anda. Yakinkanlah apa yang anda lakukan tiadalah kesia-siaan, Allah bersama Anda, Allah melihat Anda dan Allah menyaksikan Anda.

Ana Raihan Putri Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mau berkomentar?
Silahkan tapi jagan bikin sakit hati ya...